Sepak Bola Indonesia Under Attack dan Cinta Terus Bertepuk Sebelah Tangan -->

Advertisement

Sepak Bola Indonesia Under Attack dan Cinta Terus Bertepuk Sebelah Tangan

Sabtu, 08 Desember 2018

Ilustrasi
Sepak bola Indonesia under attack. Kesan ini tiba-tiba muncul setelah mendengar pengakuan beberapa tokoh tentang pengaturan skor di sepak bola Indonesia. Setidaknya, kesan mengerikan itu terungkap pada acara Mata Najwa di stasiun Trans7, Rabu (28/11/2018).

Acara ini menghadirkan Bambang Suryo (mantan pengatur skor), Januar Herwanto (Manajer Madura FC), Fachri Husaini (pelatih timnas U-26), Sekretaris Kemenpora Gatot Dewa Broto, Herry Kiswanto (mantan pelatih PSS Sleman), Gusti Randa dan Refrizal (keduanya dari Exco PSSI), Fanny Riawan (mantan Deputi Sekjen PSSI).

Selain itu juga ada percakapan lewat telepon dengan Hidayat (Exco PSSI) yang disebut-sebut berusaha melakukan pengaturan skor. Jika mengikuti diskusi ini, serasa hati menjadi miris, marah dan sedih karena betapa sepak bola Indonesia diserang dan dikangkangi sindikasi pengaturan skor baik dari dalam maupun luar negeri.

Bambang Suryo mengungkapkan betapa praktik pengaturan skor di Indonesia sudah ada sejak lama.
Bahkan, dalangnya tak hanya dari dalam, tapi juga dari luar negeri. Selain itu, dia ceritakan pula bagaimana mekanisme pengaturan skor dan imbalan-imbalan uang yang ditawarkan.

Lalu, pada kesempatan bicara, Gatot Dewo Broto juga mengatakan bahwa timnas saja juga bisa kena.
Refrizal bahkan mengatakan, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi pernah ditawari suap Rp 1,5 triliun tapi tak mau menerima.

Wow, itu uang dengan jumlah yang menggiurkan dan apakah sebelumnya juga ada penolakan lambaian uang sebesar itu?

Sebelumnya, Januar Herwanto mengungkap bagaimana Hidayat mencoba meminta Madura FC mengalah kepada PSS Sleman di laga Liga 2. Diskusi ini seolah memperkuat kejanggalan sepak bola Indonesia, termasuk saat Mojokerto Putra bertemu Kalteng Putra.

Ada penalti aneh yang menurut Fachri Husaini tampak jelas sengaja tak dimasukkan. Lalu ada tokoh Sontoloyo yang menurut Bambang Suryo termasuk dedengkot pengaturan skor.

Belakangan, dia mengungkap namanya, si Sontoloyo itu adalah Vigit Waluyo yang juga pengelola Mojokerto Putra. Sebenarnya rumor adanya pengaturan skor di sepak bola Indonesia sudah berkembang lama.

Tapi, dalam acara Mata Najwa terungkap dengan lebih gamblang bagaimana mekanisme dan siapa saja tokoh-tokohnya.

Penetrasi serangan sindikasi ini juga begitu agresif dan dalam. Jika sudah ada upaya menyuap Ketua Umum PSSI, kemudian ada indikasi timnas sudah kena, dan pengaturan skor sudah berlangsung lama, artinya sepak bola Indonesia benar-benar under attack. 

Dalam serangan, sudah pasti, panji-panji sepak bola sebagai simbol kebangsaan, sportivitas, kejujuran, dan persaudaraan telah benar-benar tercabik-cabik. Lalu apa yang akan dilakukan PSSI dan pihak berwajib?

Pertanyaan itu yang sebenarnya menarik diajukan meski sedikit ada skeptisme. Pertanyaan itu harus diajukan, karena sudah jelas ada serangan terhadap sepak bola Indonesia.

Akan sangat aneh jika indikasi ini tak segera direspons dan tak dilawan serta diatasi. Artinya membiarkan sepak bola Indonesia akan semakin hancur dan menjadi alat bisnis kotor.

Jika di luar negeri pelakunya bisa ditangkap dan dipenjara dengan jerat hukum positif, maka seharusnya juga bisa dilakukan di Indonesia. 

Dengan munculnya kesaksian-kesaksian itu, sebenarnya sudah cukup buat PSSI dan aparat berwajib untuk segera melakukan gerakan nyata demi perbaikan dan kebersihan serta kejujuran sepak bola.

Lalu, sebagai pecinta sepak bola Indonesia, tiba-tiba ingin menyanyikan lagu "Pupus" dari Dewa.
Sebab, praktik sepak bola seperti itu tak ubahnya mengkhianati cinta penggemar sepak bola yang begitu tulus.

"Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu. Meski kau tak kan pernah tahu." Cukilan lagu Dewa itu seolah mewakili keresahan pecinta sepak bola Indonesia.

Betapa tidak, selama ini penggemar sepak bola Indonesia sudah menunjukkan rasa cinta dan pengorbanan luar biasa. Bahkan, sudah banyak nyawa melayang demi rasa cinta kepada sepak bola.

Prestasi tak segera muncul pun, mereka tetap mencintai sepak bola Indonesia.

Lalu, jika aktivitas sepak bola dalam pengaruh kejahatan pengaturan skor dan suap, maka jelas ini mencederai cinta sejati jutaan penggemar sepak bola. Seolah, cinta penggemar sepak bola bertepuk sebelah tangan.

Ketulusan cinta dan pengorbanan sudah dicurahkan begitu besar, hingga penggemar sepak bola di Indonesia paling meriah di Asia. Namun, jika arah pembinaan dan aktivitas sepak bola bukan untuk mengejar prestasi dan menjaga kehormatan bangsa tapi demi tujuan-tujuan jahat yang sudah diatur, lalu ke mana arah tepuknya?

Wajar jika serangan pengaturan skor kepada sepak bola Indonesia tak dilawan, maka prestasi tak akan memuaskan bankan mengecewakan. Jika ini terjadi, wajar pula jika cinta penggemar sepak bola Indonesia yang begitu tulus serasa bertepuk sebelah tangan.

Sebagai pecinta sepak bola Indonesia, lalu merasa sangat emosional ketika menyanyikan penggalan lirik Pupus yang ini, "Baru kusadari, cintaku bertepuk sebelah tangan. Kau buat remuk, seluruh hatiku..."

Harapan agar PSSI dan aparat keamanan segera melakukan aksi untuk membersihkan praktik suap dan pengaturan skor tentu sangat besar. Argumen dan kata-kata sudah terlalu banyak bertebaran di mana-mana.

Yang langka adalah tindakan nyata, kerja dan karya atas dasar moral dan itikad baik. Lalu, tiba-tiba muncul iseng melanjutkan lagu Pupus atas dasar curahan hati. "Semoga aku akan memahami sisi hatimu yang beku. Semoga akan datang keajaiban hingga akhirnya kau pun mau membangun sepak bola jujur.

"Aku mencintaimu lebih dari yang kau tau. Meski kau takkan pernah tau...". Semoga, cinta tulus penggemar sepak bola Indonesia tak bertepuk sebelah tangan lagi. (her/sa)