Kisah Hamba -->

Advertisement

Kisah Hamba

Senin, 10 Desember 2018

Ilustrasi kisah hamba
Ada banyak kisah di sekelililng kita. Kisah yang menjadi penerang. Kisah yang melahirkan pencerahan. Kisah yang membawa pada jalan kebaikan. 

Tapi, semakin tua usia dunia, seolah semakin tak berarti kisah-kisah. Kisah hanya jadi dongheng dan cerita. Kisah hanya diperbincangkan dan dituturkan tanpa punya hasil apa-apa. Kisah seolah terpisah dari kenyataan dan realitas hidup. Bahkan lebih ironis lagi, kisah berhenti pada fungsi cerita pengantar tidur belaka.

Umat ini, begitu kaya dengan kisah-kisah dan hikmah. Hidup para sahabat adalah kisah. Perjalanan Rasulullah SAW adalah kisah. Sebagian besar porsi dalam Al-Qur'an adalah kisah. Bahkan ada surat tersendiri tentang kisah-kisah, Al-Qashas.

Kisah tentang Khalifah Umar bin Khaththab yang berkeliling di malam hari, memeriksa rakyat dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki, seolah-olah hanya cukup untuk untuk dikagumi pada pemimpin kita. 

Kisah tentang Abu Bakar yang menangis tersedu setiap kali hendak shalat, berhenti hanya diingat oleh para imam kita. 

Kisah tentang keikhlasan Utsman bin Affan yang selalu rela mendermakan seribu unta dengan seluruh isinya di jalan Allah SWT, hanya didecaki dan digelengi kepala para orang-orang kaya. Bahkan, kisah hidup Rasulullah SAW yang begitu mulia dan luar biasa, malah ditukasi dengan seloroh yang menyakitkan. "Muhammad kan nabi, kita hanya manusia biasa."

Pembaca JCS yang dicintai Allah SWT mari buka hati dengan sadar dan ikhlas. Kisah-kisah telah binasa. Siapa yang salah? Apa yang salah? 

Ketika Abu Dzar terbang dari wadi satu ke wadi yang lain membawa kisah dan memberi peringatan tak kenal lelelahnya. Ia pergi ke Mekkah, Irak, Yman, hingga Syiria. Ia berkisah tentang hidup zuhud, hidup sederhana dan pentingnya menegakkan keadilan. 

MasyaAllah, kisahnya seperti dengungan lebah, membuat siapa saja tersadar dari lengah. Kisahnya tidak sekedar cerita, tapi punya kekuatan untuk mengubah. 

Ada pula Umar bin Abdul Azis, seorang khalifah yang menjelma menjadi kisah-kisah kebaikan yang pernah lahir dan ada. Kisah tentang keadilan tak hanya ia dengarkan lalu selesai. Kisah tentang kejujuran tak hnaya ia dengarkan lalu tinggal lalai. Kisah tentang kesederhanaan tak hanya jadi cerita yang menina -bobokan. Ia menjadi kisah baru tentang keadilan. Ia menjadi kisah baru tentang kejujuran. Ia menjadi kisah baru tentang kesederhanaan.

Pembaca JCS yang dicintai Allah SWT, kisah-kisah tak seharusnya menjadi cerita dan dongeng belaka. Kisah-kisah, tak semestinya hanya terbantun-bantun di tebing-tebing sejarah, tanpa memberi hikmah.

Kisah-kisah harus kita jadikan sebagai sebuah lentera, untuk menereangi jalan, untuk memberi cahaya dalam kehidupan, untuk mencipta satu satu lagikisah tentng kebaikan. Kisah tak boleh dibiarkan menjadi dongeng dan cerita, yang akan hilang berlalu seiring dengan masa. 

Kejayaan di masa lalu, akan terulang kembali jika kebaikan dan seluruh keluhuran dalam kisah masa lalu wujud dan hadir kini. Keunggulan umat ini akan lahir kembali ketika kisah tak hanya menjadi cerita.

Kahancuran yang pernah terjadi di masa silam, akan terulang sekali lagi, kini. Ketika umat tak lagi menengok ke belakang dan belajar dari kisah-kisah kehancuran, maka ia sudah teramat dekat dengan kehancuran itu sendiri.

Maka, seharusnya kisah menjadi kisah yang mampu menjadi inspirasi dan hikmah. Maka sudah seharusnya, kita menjadikan kisah tidak sebagai dongeng atau cerita saja. Karena kita manusia, yang berakal dan berpikir dengan sempurna. Wallahu a'lam bish-shawwab.

Segala puji bagi Allah SWT. Shalallahu 'alaihi wa sallam. Subhanakal laahumma wa bihamdika asyhadu anlaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. *