Cinta, Wanita dan Kematian -->

Advertisement

Cinta, Wanita dan Kematian

Minggu, 16 Desember 2018

Ilustrasi
Pembaca JCS yang baik hati, dalam hidup ini paling tidak ada tiga hal besar yang banyak mengilhami karya-karya besar lahir dari buah pikiran manusia. Yaitu cinta, wanita dan kematian. 

Cinta adalah laki-laki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta juga adalah hati yang selalu berharap dan mewjudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik.

Mungkin banyak hal lain yang tak kalah dahsyatnya, tapi untuk kali ini kita bicara satu diantara tiga hal itu yakni kematian.

Pada hakikatnya, kematian bukanlah selalu berarti kehidupan yang lumat dan akhir segala cerita tentang dan dari manusia. Sebaliknya, justru kematianlah yang mampu 'mengabadikan hidup' manusia yang fana. 

Dalam sebuah puisi yang pernah saya baca yang intinya bahwa kematian itu sebenarnya sangat akrab sekali dengan kita. "Seperti teman kelakar yang mengajak tertawa." Tapi apakah cukup dengan menuliskan bai-bait puisi tentang kematian manusia akan mengabadikan hidupnya? Saya kira tidak cukup.

Dalam pepatah tua: "Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Pepatah itu tampaknya cukup mampu menjawab pertanyaan di atas. Tak ada yang mampu mengabadikan 'hidup' manusia, selain peninggalannya. 

Maka tak heran jika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam jauh-jauh hari pernah bersabda, "Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat untuk lingkungannya." Hanya dengan berbuat baik saja, nama kita akan dikenang sepanjang zaman, minimal oleh anak cucu kita, melampaui umur yang dianugerahkan pada kita.

Nah sekarang problemnya adalah, sering kali kita lupa bahwa sebenarnya hidup kita ini adalah untuk mati. Tak kurang dan tak lebih. Bahkan kehidupan dunia dengan segala pernak pernik dan warnanya dibanyak waktu telah membuat kita gila. 

Manusia tak ada bedanya dengan laron-laron di musim hujan yang keluar dari tanah untuk mengejar cahaya. Kian dekat pangkat, jabatan, kedudukan, harta dan juga wanita digapai, kian besar bahaya dituai. 

Terangnya sinar lampu dunia telah membuat kita gelap mata, bahwa semakin dekat dengan sumber cahaya, semakin tinggi pula suhu dan panasnya. Dan kita bisa terbakar di dalamnya dengan sia-sia.

Pembaca JCS yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta'ala, banyak keistimewaan yang bisa kita dapatkan dengan mengingat kematian. 

Jelas sekali sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Aisyah radiyallahu 'anha dan Anas radiyallahu anhu tentang kematian. Yaitu harus banyak mengingat mati minimal dua puluh kali dalam sehari; karena dengan mengingat mati akan terkikis dosa-dosa dan terhapus ambisi manusia pada dunia.

Sekarang mari kita tanyakan pada diri kita sendiri, berapa kali sehari kematian melintas di dalam angan? Mungkin tak setiap hari, gelak tawa, gurau canda kita dengan kawan dan keluarga kadang membuat kita terlena. Untuk orang-orang seperti ini, Rasulullah SAW pernah memberi peringatan.

Kala itu beliau SAW masuk sebuah masji, terlihat beberapa orang yang sedang tertawa senang. 

Lantas beliau SAW menghampiri mereka dan menegurnya, "Ingatlah kematian. Demi Allah, jika kalian tahu apa yang ku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan menangis." 

Dari peristiwa tersebut, Rasulullah SAW seakan memberikan isyarat, betapa berat dan dahsyat kematian itu. Satu peristiwa dalam fase yang tak satupun kehidupan lolos darinua, meski telah tersembunyi di benteng yang kokoh dan melarikan diri. 

"Katakanlah, sesunggunya maut yang kalin lari darinya, pasti akan mendapati kalian. Kemudian, kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan nyata. Lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian, apa-apa yang telah kalian lakukan. (QS. Al-Jumu'ah: 8).

Pembaca JCS, sesungguhnya kematian itu sangat dekat dengan kehidupan. Segala sesuatu yang tak pernah diketahui dan segala sesuatu yang tak pernah diprediksi adalah dekat. Kematian dan kehidupan, seolah-olah hanya dibatasi garis tipis saja. 

Umpamanya malam ini kita masih hidup, tak ada yang menjamin esok pagi nyawa masih dikandung badan. Jangankan sehari, sedetik ke depan pun tak ada yang mampu memberikan jaminan.

Jika demikian, tak pernahkah kita merasa takut menghadapinya. Sudahkah cukup perbekalan yang kita kumpulkan saat kematian datang. Tak ada yang tahu. Sebagian ulama Salafus Shalih berpendapat, saat kita hidup sebenarnya adalah tidur panjang, ketika kematian datang, saat itulah kita harus bangun dan sadar. dan saat itu manusia hanya punya dua pilihan.

Pertama, ia bangun dari tidurnya panjang dan menjadi segar bugar. Saat dibangkitkan usai kematian ia benar-benar menjadi manusia yang beruntung karena tidurpanjang yng diberikn betul-betul ia gunakan dengan sebaik-baiknya dan penuh manfaat. Bersyukur kita masih hidup!

Kebangkitan dari kematian adalah sesuatu yang seperti keluar dari bibir Rabi' bin Khutsaim. "Tidak ada satu hal yang tersembunyi yang dinanti-nanti oleh orang beriman yang lebih baik dari kemtian."

Kedua, ia bangun dari tidur tapi terkulai lemah, lesu dan bersedih hati, karena waktu yang diberikan tidak benar-benar dimanfaatkan. Ia memohon untuk diberikan sedikit waktu lagi dan mengumpulkan bekal. 

Tapi apa lacur, waktu tak bisa berjalan mundur atau berhenti. Waktu akan terus mengapung, meluncur, mendorong yang bertahan dan menggilas yang kelelahan. Dan orang-orang seperti ini akan berkata, "Celakalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang merugi."

Sekaranglah saatnya kita sadar, bahwa hidup yang selama ini kita jalani, ternyata hanya bersiap untuk mati, untuk menuju kehidupan yang lebih nyata. 

Meski demikian wargi JCS, bukan tempatnya kita hanya terus memikirkan mati dan keabadian saja, kehidupan dunia pun tak bisa kita lepaskan begitu saja karena kita masih hidup butuh dapur ngebul, pulsa dan kuota full serta kebutuhan lainnya sebelum ajal menyapa.

Jadi, seorang muslim selayaknya jika siang hari ia seperti singa yang mencari buruannya. Tapi jika datang senja, ia akan menjadi rahib yang merintih meminta ampun dan berkah pada Rabb. "Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang beriman dan nestapa bagi orang durhaka," demikian sabda Rasulullah SAW. 

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalallahu 'alaihi wa sallam. Subhanakal laahumma wa bihamdika asyhadu anlaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atubu ilaika. *