Lemahnya PSSI Lama -Estapet ke Edy Rahmayadi -->

Advertisement

Lemahnya PSSI Lama -Estapet ke Edy Rahmayadi

Selasa, 27 November 2018

Logo PSSI dan Bendera Merah Putih
Akhir-akhir ini nama Edy Rahmayadi ramai diperbincangan oleh publik pencinta si kulit bundar Tanah Air. Hal ini mungkin karena Ketua Umum (Ketum) PSSI itu dianggap tidak berhasil dalam memimpin organisasi atap sepak bola nasional itu, karena tidak ada prestasi yang menonjol terutama dalam dua tahun masa jabatannya berjalan.

Buktinya timnas Indonesia tersingkir di ajang Piala AFF 2018, karena hanya mampu finis di peringkat keempat dalam klasemen akhir Grup B, dibawah Thailand, Filipina dan Singapura.

Kemudian timnas Indonesia U-23 gagal menoreh medali emas di ajang SEA Games 2017, dan Asian Games 2018. Timnas Indonesia U-19 juga gagal mencapai target, untuk tembus semifinal di Piala Asia U-19.

Tapi ada prestasi yang membuat wajah sepak bola Indonesia semringah di era 'pupuhu' Edy yaitu ketika Timnas Indonesia U-16 asuhan Fakhri Husaini juara Piala AFF U-16 pada Agustus 2018 lalu.

Terlalu banyaknya prestasi menurun dibeberapa ajang membuat publik geram, dan meminta mantan Pangkostrad itu untuk mundur dari kursi panas Ketua PSSI.

Pencinta bola Tanah Air tahu bahwa Edy Rahmayadi sebetulnya bukan orang pertama sebagai ketua PSSI yang minim prestasi. Tiga orang sebelumnya pun sama yakni Nurdin Halid, Djohar Arifin, dan La Nyalla Mattalitti.

Nah, terpilihnya mantan Pangkostrad, Edy Rahmayadi menjadi Ketua Umum PSSI pada tahun 2016 lalu, semakin menguatkan citra kalau kursi pimpinan induk organisasi sepak bola Indonesia itu lekat dengan sosok militer.

Namun nyatanya ada juga sosok sipil yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, salah satunya adalah Nurdin Halid yang juga politisi partai Golkar.

Nurdin terpilih menjadi ketua pada tahun 2003 silam. Saat itu, Nurdin mencatatkan diri sebagai warga sipil pertama yang mampu menduduki kursi ketua umum PSSI.

Dirinya juga mencatatkan sejarah lain saat menjadi ketua PSSI paling lama, yaitu sekitar delapan tahun memimpin (2003-2011). Sayang, tidak banyak prestasi yang ditorehkan oleh Nurdin untuk sepak bola Indonesia.

Dibawah pimpinannya, Timnas Indonesia beberapa kali masuk final Piala AFF salah satunya adalah tahun 2010. Sayang, Skuat Garuda bertekuk lutut di partai final setelah dibantai Malaysia dengan aggregat 4-2.

Lama menjabat dan prestasi Indonesia begitu-begitu saja, membuat publik muak dan meminta Nurdin untuk meletakkan jabatananya. Bahkan dia pernah terjerat hukum karena diduga telah melakukan pelanggaran dalam sebuah kasus. Citra ini jadi alasan lain bagi publik.

Kemudian Djohar Arifin Husain terpilih sebagai Ketua Umum PSSI pada tahun 2011 silam, untuk memimpin dalam empat tahun kedepan atau hingga tahun 2015.

Djohar adalah salah satu nama alternatif untuk kelompok 78 (voter), menyusul pelarangan FIFA terhadapa dua nama calon lainnya yakni George Toisutta dan Arifin Panigoro.

Dalam kepemimpinannya, lagi-lagi PSSI belum banyak berubah untuk membuat sepak bola Indonesia berprestasi. Di era Djohar, Timnas Indonesia dua kali gagal di Piala AFF 2012 dan 2014. Piala Asia tak mampu lolos ke putaran final. 

Di Timnas U-23 pun demikian. SEA Games 2011 dan 2013, dua-duanya hanya berakhir sebagai runner up. Di Asian Games 2014, babak belur di 16 besar.

Di Timnas U-19, baru berhasil menjadi juara pada Piala AFF U-19 2013. Tapi, Timnas itu sejatinya bentukan dari pengurus lama, sebelum Djohar melakukan perombakan besar-besaran pengurus.

Setelah perombakan itu, Timnas U-19 justru menurun dan tidak lolos ke Piala Dunia U-20 2015. Dan yang lebih menyedihkan ketika sepak bola era Djohar kacau lantaran ada dua lisme kepengurusan (KPSI) dan juga dualisme liga dan Timnas Indonesia.

Setelah Djohar Arifin, lanjut kepemimpinan PSSI pun dipegang oleh La Nyalla Mattalitti pada tahun 2015 silam. Sayang, saat La Nyalla menjabat dirinya belum bisa berbuat banyak untuk sepak bola Indonesia, karena masa kepemimpinnya terbilang singkat, yaitu hanya sekitar satu tahun.

La Nyalla lengser pada tahun 2016, padahal masa jabatannya baru berakhir 2019. Itu gara-gara terjadi kekisruhan di tubuh pengurus PSSI, hingga akhirnya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengambil langkah tegas dengan membekukan kepengurusan La Nyalla.

Seiring waktu dan proses penyembuhan di tubuh PSSI dan campur tangan pemerintah hingga akhirnya mendapat respon dari FIFA yang langsung menjatuhi sanksi karena dianggap ada intervensi. 

Jadi pada era kepemimpinan La Nyalla boleh dibilang paling buruk dalam sejarah, karena Indonesia untuk pertama kalinya mendapat sanksi dari FIFA. 

Mudah-mudahan tulisan ini mengugah para petinggi PSSI untuk berpikir kemajuan sepak bola Indonesia bukan keuntungan kelompok dan pribadi. Bukan pula ajang proyek tapi demi prestasi. (tas)