Ilustrasi tentang ilmu |
Kata-kata "Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjagamu sedangkan kamu menjaga harta" berarti bahwa ilmu akan menjaga pemiliknya dan melindunginya dari sumber-sumber kecelakaan dan tempat-tempat kehancuran. Sementara pemilik harta harus selalu menjaga hartanya.
Kata-kata "Ilmu akan berkembang bila diinfakkan, sedangkan harta akan berkurang bila dibelanjakan" berarti bahwa ilmu setiap kali orang yang berilmu memberikan ilmunya kepada orang lain dan menginfakkannya maka sumber-sumber ilmunya akan memancar lebih banyak, lebih kuat dan lebih nyata. Sehingga dengan mengajarkan ilmunya ia dapat mengingat ilmu yang sudah diketahuinya dan memperoleh ilmu baru yang beluim pernah dimilikinya.
Karena ilmu dapat berkembang melalui dua cara:
Pertama, dengan cara mengajarkannya.
Kedua, dengan cara mengamalkannya.
Seperti kata sebagian ulama Salaf: "Dahulu kami berusaha menghafalkan ilmu dengan cara mengamalkannya."
Adapula yang berkata: "Ilmu itu berbisik kepada amal. Jika ia menjawabnya, ia akan bertahan. Jika tidak, ia akan pergi."
Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimalillaah di dalam kitabnya yang sangat berharga, Miftahu Daaris Sa'adah mencatat 40 segi keunggulan ilmu atas harta.
Nah secara singkat:
1 Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan para raja dan orang-orang kaya.
2 Ilmu selalu menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta harus selalu menjaga hartanya.
3 Harta akan habis bila dibelanjakan, sedangkan ilmu justru berkembang bila dibagikan.
4 Jika meninggal dunia pemilik harta akan berpisah dengan hartanya, sedangkan pemilik ilmu akan ditemani di dalam kubur.
5 Ilmu bisa menguasai harta, sedangkan harta tidak bisa punya menguasai ilmu.
6 Ilmu dibutuhkan oleh para raja (pengusaha) dan bawahannya, sedangkan harta hanya dibutuhkan oleh orang yang tidak punya dan papa.
7 Harta bisa diperoleh oleh orang mukmin maupun kafir, baik maupun jahat, sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya bisa diperoleh oleh orang mukmin.
8 Jiwa akan berkembang dengan mengumpulkan ilmu dan menjadi mulia dengan memperoleh ilmu, sedangkan harta tidak bisa membuat menjadi berkembang dan sempurna. Bahkan keasyikan mengumpulkan harta dan kerakusan terhadapnya akan membuat jiwa merasa kurang, kikir dan pelit -koret buntut kasiran. Karena kerakusan jiwa terhadap ilmu adalah kesempurnaannya yang hakiki. Sedangkan kerakusannya terhadap harta adalah kekurangannya yang sejati
9 Harta menyeret kepada kesewenang-wenangan, kebanggaan dan kesombongan, sedangkan ilmu mengajak kepada kerendahan hati dan menunaikan kewajiban ibadah.
10 Mencintai dan mencari ilmu adalah pangkal dari segala ketaatan, sedangkan mencintai dan mencari harta adalah pangkal dari segala keburukan.
11 Pemilik harta akan terpuji bila ia melepaskan diri darinya dan mengeluarkannya, sedangkan pemilik ilmu akan dipuji bila ia memakainya dan menyandangnya.
12 Orang kaya harta pasti akan berpisah dengan hartanya dan akan tersiksa dengan perpisahan tersebut. Sedangkan orang yang kaya ilmu tidak akan berpisah dengan kekayaannya (ilmunya) dan tidak akan merasa tersiksa. Karena kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang kaya harta adalah kenikmatan sementara dan akan berakhir dengan derita. Sedangkan kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang kaya ilmu adalah kenikmatan abadai yang tidak akan diikuti dengan penderitaan.
Kata-kata "Mencintai mencintai ilmu -atau ulama- adalah agama (baca:amal) yang akan mendapat imbalan (pahala)" karena ilmu adalah warisan para Nabi dan par ulama adalah pewarisnya. disamping itu juga karena mencintai ilmu akan mendorong seseorang untuk mempelajarinya dan mengikutinya dan itu adalah amal perbuatan yang bisa mendatangkan pahala.
Kata-kata "Ilmu membuat orang yang berilmu ditaati di dalam hidupnya dan menyebabkan terjainya peristiwa-peristiwa indah setelah kematiannya" berarti bahwa ilmu membuat pemiliknya ditaati. Sebab, kebutuhan akan ilmu adalah kebutuhan universal setiap manusia, mulai dari kalangan raja ke bawah. Jadi, setiap manusia mentaati ulama. Karena ulama memerintahkan agar manusia taat kepada Allah dan RasulNya maka semua orang wajib mentaatinya.
Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu." (QS. An-Nisa': 59).
Kata ulil amri ditafsirkan dengan ulama. Jika seorang ulama meninggal dunia Allah akan menghidupkan kenangan tentang dirinya dan menyebarluaskan pujian yang sebaik-baiknya untuk dirinya ke segenap lapisan masyarakat. Maka setelah seorang ulama wafat, ia (jasadnya) menjadi mayat, tetapi ia masih hidup di antara manusia. Sedangkan orang bodoh di kala hidupnya masih bernyawa, tetapi ia bagaikan mayat yang berada di antara manusia.
Pembaca Jurnal Cianjur Selatan (JCS) yang dirahmati Allah SWT hal itu seperti keadaan ulama-ulama Islam yang terkemuka, misalnya imam-imam Hadis dan Fiqh. Jasad mereka terkubur di bawah tanah, tetapi mereka di tengah-tengah alam semesta seperti orang yang hidup di antara mereka, mereka tidak kehilangan apa-apa selain fisiknya saja. Karena perbincangan, pembicaraan dan pujian tentang mereka tidak pernah berhenti. Dan ini adalah kehidupan yang sesungguhnya. Bersambung... Wallahu a'lam.
Mari belajar, belajar dan belajar, jangan pernah merasa pintar apalagi putus asa. Suka duka, hujan tidak hujan, banyak harta atau sedikit, kaya atau miskin, sendiri atau berdua tetap semangat mau menuntut ilmu lalu mengamalkannya semampu kita karena Allah T'ala. Jauhi perkara-perkara maksiat karena Allah.
Hiduplah seperti nyebrang jalan, atau seperti pulang kerja. Semoga Allah Yang Maha Baik selalu menjaga, meridhai serta merahmati para pembaca JCS, wabil khusus buat keluarga JCS ini. Amiin....
Sahalallahu 'alaihi wa sallam. Subhanakal lahuma wa bihamdika...*