Waspada Gempa dan Tsunami di Jabar Selatan -->

Advertisement

Waspada Gempa dan Tsunami di Jabar Selatan

Selasa, 02 Oktober 2018

Ilustrasi Titik Gempa
JCS - Belakangan ini isu berkembang bakal terjadi gempa di Wilayah Jabar Selatan. Kabar tersebut ditanggapi sejumlah warga, beragam. Seperti di Cianjur Selatan mereka ada yang percaya tapi banyak juga yang tak percaya, namun mereka tetap waspada akan ancaman peristiwa alam tersebut jangan-jangan bisa saja terjadi. Maklum bumi ini sudah tua renta.

Informasi yang dihimpun JCS menyebutkan bahwa Jabar Selatan merupakan salah satu wilayah yang rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Sumber gempa bumi di wilayah Jabar Selatan bersumber dari zona megathrust di Selatan Jawa Barat. 

Menurut Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar, sumber gempa bumi tersebut dapat membangkitkan tsunami. Apalagi sejarah tsunami pernah terjadi di wilayah selatan Jabar. 

Seperti bencana tsunami terakhir terjadi pada 2 September 2009, dengan kekuatan 7,3 SR. Sebanyak 82 orang dinyatakan menjadi korban jiwa. 
"Kita harus waspada dengan adanya sejarah tersebut. Karena akan terjadi. Namun, waktunya yang tidak pernah bisa diperkirakan," kata Rudy pada Senin (1/10/2018).

Rudy mengatakan sejarah tersebut harus diantisipasi dengan upaya mitigasi. Maka pihaknya telah membuat Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi di Jabar. Selain itu, telah disiapkan juga peta KRB tsunami di empat lokasi di Pulau Jawa bagian selatan antara lain Teluk Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, dan Purworejo.

Menurut Rudi, informasi soal peta kawasan rawan bencana dan potensi kegempaan harus diperbarui dan dibagikan kepada masyarakat. Pasalnya, saat ini, banyak berita bohong menyusul terjadinya bencana di satu tempat.

"Sosialisasi mengenai penyelamatan saat bencana perlu dilakukan secara rutin," kata Rudi. Hal itu dilakukan terutama pada masyarakat di wilayah pesisir selatan Jawa. "Edukasi pada masyarakat memang agak sulit," menambahkan. 

Dicontohkan Rudi, misalnya di wilayah KRB gempa bumi, disarankan membangun bangunan tahan gempa. Akan tetapi, tidak semua orang mampu membangun bangunan dengan memenuhi kriteria. Ini terjadi di semua tempat bencana. 

Lagi pula, di permukiman umum tidak ada pengawasan bangunan sehingga kualitas bangunan tidak terawasi. Demikian pula di wilayah KRB tsunami. Pemukiman yang ingin direlokasi sudah lama ada. 

"Diminta untuk tidak dibangun, bentuknya, karena sekarang sudah banyak lagi. Apalagi dengan masalah gempa, hanya berapa persen yang akan mengikuti rekonstruksi," terangnya. (tas/net)