Mendarat di Taman Kebahagiaan -->

Advertisement

Mendarat di Taman Kebahagiaan

Senin, 01 Oktober 2018

Ilustrasi
Diriwayatkan dari Ali karramullah wajhah, dari Nabi Muhammad SAW yang telah bersabda bahwa, tertulis di sekitar 'Arasy sejak empat ribu tahun sebelum Allah menciptakan makhluk-Nya: "Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh kemudian tetap pada jalan yang benar." (QS. Thaaha, 20 : 82).

Pembaca JCS, ketahuilah bahwa bertaubat dari semua dosa, baik yang besar maupun yang kecil secepatnya adalah fardu 'ain, karena sesungguhnya menetapi dosa kecil pada akhirnya akan mengantarkan pelakunya kepada dosa besar. Allah SWT telah berfirman: "Walladziina idza fa'aluu fahisyatan au dhalamuu anfusahum dzakarul laaha fastaghfaru lidzunuubihim...:Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka." (QS. Ali-Imran, 3: 135).

Taubat yang nashuh alia tulus ialah bila seorang hamba bertaubat lahir batin, menyesali perbuatannya dan bertekad tidak akan mengulangi lagi. Perumpamaan orang yang bertaubat secara lahirnya saja sama dengan tempat pembuangan sampah yang ditutup dengan sutra. Orang akan melihatnya dan merasa kagum dengan keindahannya, namun ketika tutupnya dibuka, mereka akan memalingkan muka darinya.

Demikian pula halnya dengan manusia. Mereka melihat orang yang taat hanya sebatas penampilan lahir semata, tetapi kalau kedoknya dibuka pada hari kiamat yaitu pada hari semua rahasia dibongkar, maka para malaikat akan berpaling darinya. Karena itulah Nabi Muhammad SAW telah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada penampilan lahiriahmu, melainkan hanya memandang kepada hatimu."

Hal senada dikatakan oleh Ibnu Abbas ra. "Banyak sekali orang yang bertaubat menyangka bahwa sesungguhnya dia sudah bertaubat, tetapi dia bukanlah orang yang bertaubat." Demikian itu karena mereka tidak melakukan taubat yang sebenarnya, yaitu taubat yang dibarengi dengan penyesalan, tekad yang kuat untuk tidak mengulangi dosa, mengembalikan hak orang lain jika memungkinkan, segera cicil, bayar kalau sudah memiliki rizkinya dan juga berkata jujur dengan hati dan apa adanya, atau minta dihalalkan oleh mereka jika bisa. 

Apabila tidak, berarti kita harus banyak mengucapkan istighfar untuk diri sendiri dan mereka, mudah-mudahan Allah Maha Bijaksana dan Pengampun menggerakkan hati mereka untuk memaafkannya. Lupa kepada dosa termasuk bencana yang paling buruk. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi orang yang berakal untuk mengusut, mengugat dirinya dan tidak melupakan dosanya, sebagaimana dikatakan oleh seorang penya'ir: Wahai orang yang berdosa dan menghitung kesalahannya, janganlah engkau lupa dosamu dan ingatlah selalu dosamu yang lalu. Dan bertaubatlah kepada Allah sebelum mati. Hentikanlah kedurhakaanmu dan akuilah dosamu kalau kamu memang mengakuinya."

Nabi Muhammad SAW telah bersabda, "Tidak satu pun suara yang disukai Allah selain daripada suara seorang hamba yang berdosa, lalu bertobat dan berkata, 'Ya Tuhanku'." Allah menjawab, "Ya, wahai hamba-Ku. Mintalah yang engkau kehendaki, engkau disisi-Ku seperti sebagian malaikat-malaikat-Ku. Aku di sebelah kananmu, disebelah kirimu, di atasmu dan dekat dengan isi hatimu. Saksikanlah hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuninya."

Pembaca JCS, berikut ini riwayat Dzun Nun Al Mashri mengatakan, "Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang menanam pohon kesalahan di dalam lubuk hatinya, mereka menyiramnya dengan air tobat sehingga menghasilkan buah penyesalan dan kesedihan. Mereka menjadi gila bukan disebabkan penyakit gila dan menjadi tolol bukan ketidaklanacaran bicara, dan bukan pula karena kebisuan, padahal sesungguhnya mereka adalah ahli berparamasastra, lagi lancar dan fasih bicaranya, juga mengenal Allah dan utusan-Nya.

Kemudian mereka minum gelas kemurnian lalu mewarisi kesabaran terhadap cobaan yang menimpa diri betapa pun lamanya, hati mereka tenggelam dalam keagungan kerajaan Tuhan dan pikiran mereka berkelana di antara pasukan yang mengawal keagungan kekuasaan Tuhan. Mereka berlindung di bawah naungan hamparan penyesalan dan membaca lembaran-lembaran kesalahan, lalu mereka mewariskan kepada dirinya suatu rintihan untuk mencapai ketinggian zuhud dengan menaiki jenjang wara'. 

Mereka merasakan manisnya kepahitan meninggalkan duniawi, merasakan lembutnya kekasaran tempat tidur, sehingga meraih tali dan pegangan pada teman-teman penuh nikmat. Mereka menimbun parit-parit keluhan dan melewati jembatan-jembatan kesenangan hawa nafsu sehingga dalam lapangan ilmu. 

Mereka mengambil air dari sungai hikmah, menaiki perahu kecerdasan dan bertolak dengan mengendarai angin keselamatan di atas lautan kesejahteraan, sehingga mendarat pada taman kebahagiaan, sumber keagungan dan kemulian. Wallahu a'lam. Subhanakal lahuma wa bihamdika...*