Keutamaan Niat -->

Advertisement

Keutamaan Niat

Kamis, 25 Oktober 2018

Ilustrasi
Allah SWT berfirman : "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari seraya menginginkan ridhaNya." (QS. Al-Kahfi: 28). Yang dimaksud dengan keinginan di sini adalah niat. 

Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa tatkala Rasulullah SAW keluar (dari Madinah) dalam rangka Perang Tabuk, beliau bersabda: "Sesungguhnya di Madinah ada orang-orang yang tidaklah kita memotong sebuah lembah, menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, membelanjakan harta dan mengalami kelaparan, melainkan mereka bersekutu dengan kita dalam hal itu, sementara mereka di Madinah."

Para Sahabat bertanya: 'Bagaimana mungkin hal itu, ya Rasulullah, sementara mereka tidakbersama kita?' Beliau SAW menjawab: 'Mereka ditahan oleh udzur." (H.R Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud). 

Mereka bersekutu dalam pahala amal perbuatan itu karena niat yang baik. salah satu ulama salaf menyatakan: "Banyak amal kecil yang dibesarkan (pahalanya) oleh niat. dan banyak amal besar yang dikecilkankan (pahalanya) oleh niat." 

Sementara Yahya bin Katsir mengajarkan: "Belajarlah niat. Karena niat lebih efektif daripada amal."
Adapula yang menyatakan: "bisnis niat adalah bisnis para ulama." Artinya bahwa para ulama adalah orang-orang yang mengerti bagaimana cara bermuamalah dengan Rabb mereka dan bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka dalam satu amal kebajikan mereka memasang banyak niat.

Misalnya, orang pergi ke masjid mengunjungi rumah Allah; berniat menunaikan shalat berjamaah yang pahalanya 27 (dua puluh) kali lipat pahala shalat sendirian; berniat mendengarkan peringatan (ceramah) dari para ulama; berniat menyampaikan ilmu kepoada orang lain melalui amar ma'ruf dan nahi mungkar, karena masjid tidak sepi dari orang awam yang tidak bisa menunaikan shalatnya dengan baik; juga berniat mencari saudara seiman, karena hal itu adalah keuntungan dan kemenangan untuk menanggapi kebahagiaan di Akhirat; dan juga berniat meninggalkan dosa karena malu kepada Allah. Setiap amal kebajikan selalu dapat diisi dengan banyak niat.

Adapun perbuatan mubah selalu bisa diisi dengan satu niat atau lebih yang bisa menjadikannya sebagai bagian dari amal ibadah yang baik. Seperti yang dikatakan oleh sebagian orang: "Sesungguhnya aku berharap mendapat pahala dari tidurku sebagaimana aku berharap mendapat pahala dari bangunku." Dan ada pula yang mengajarkan: "Jangan pernah melakukan sesuatu tanpa niat."

Pembaca JCS, setiap orang bisa menghadirkan niatnya yang shalih saat melakukan aktifitas sehingga statusnya berubah menjadi ibadah. Sebagai contoh, si Ujang atau si Pulan memakai minyak wangi (farfum). Jika dimaksudkan untuk bersenang-senang dan mencari kenikmatan maka statusnya mubah. Namun jika diniatkan untuk mengikuti Sunnah Rasulullah SAW maka statusnya berubah menjadi nilai ibadah. 

Jika diniatkan untuk menarik hati kaum hawa asing (bukan istrinya), berbangga hati dan sombong maka memakai farfum itu menjadi maksiat. Jadi dengan niat yang shalih (baik) perbuatan yang mubah itu naik pangkat menjadi ibadah, lagi pula dengan niat yang rusak (buruk) akan berubah menjadi maskiat. 

Karena seseorang biberi pahala sesuai kadar niatnya. Wallahu a'lam bish-shawwab. Shalallahu 'alaihi wa sallam. Subhanakal lahuma wa bihamdika, asyhadu anlaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaika.*