Kematian -->

Advertisement

Kematian

Minggu, 14 Oktober 2018

Ilustrasi
Pada hakikatnya, kematian bukanlah selalu berarti kehidupan yang lumat dan akhir segala cerita tentang dan dari manusia. Sebaliknya, justru kematianlah yang mampu 'mengabadikan hidup' manusia yang fana.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Pepatah tua itu setidaknya mampu menjawab pertanyaan di atas. Tak ada yang mampu mengabadikan 'hidup' manusia, selain peninggalannya. 

Maka tak heran jika Rasulullah SAW jauh-jauh hari dulu pernah bersabda, "Manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat untuk lingkungannya." Hanya dengan berbuat baik saja, namun kita akan dikenang sepanjang zaman, minimal oleh anak cucu kita, melampaui umur yang dianugerahkan pada kita.

Sekarang masalahnya adalah, sering kali manusia termasuk yang nulis dan yang baca ini, bahwa sesungguhnya bahwa hidup ini adalah untuk mati. Tak kurang dan tak lebih. Kehidupan dunia dengan segala pernak pernik dan warnanya dibanyak waktu telah membuat kita gila.

Manusia tak ada bedanya dengan laron-laron di musim hujan yang keluar dari tanah untuk mengejar cahaya. Kian dekat dunia digapai, kian besar bahaya dituai. 

Terang sinar lampu dunia telah membuat kita gelap mata, bahwa semakin dekat kita dengan sumber cahaya, semakin tinggi pula suhu dan panasnya. Dan kita bisa terbakar di dalamnya dengan sia-sia.

Banyak keistimewaan yang bisa kita dapatkan dengan mengingat kematian. Aisyah ra pernah berkata, suatu ketika salah seorang bertanya pada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, apakah ada orang yang kelak dibangkitkan bersama dengan para syuhada?" Kemudian Rasulullah SAW menjawab, "Ada, ia adalah orang-orang yang mengingat mati dua kali dalam sehari."

Dalam kesempatan lain, sahabat Anas ra, berkata, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Banyak-banyaklah mengingat mati, karena dengannya akan terkikis dosa-dosa dan menghapus ambisi manusia pada dunia."

Coba tanyakan pada diri sendiri, berapa kali kita sehari kematian melintas di dalam angan? Mungkin tak setiap hari, gelak tawa, gurau canda kita dengan kawan dan keluarga kadang membuat kita terlena. Untuk orang-orang seperti ini, Rasulullah pernah memberikan peringatan.

Suatu saat, ketika beliau SAW memasuki masjid, terlihat beberapa orang sedang tertawa senang. Kemudian Rasulullah menghampiri mereka dan menegurnya, "Ingatlah kematian. Demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan menangis."

Dari peristiwa tersebut, Rasulullah SAW seakan memberikan isyarat, betapa berat dan dahsyat kematian itu. Suatu peristiwa dalam fase yang tak satupun kehidupan lolos darinya, meski telah sembunyi dan melarikan diri. 

"Katakanlah, sesungguhnya maut yang kalian lari darinya, pasti akan mendapati kalian. Kemudian, kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata. Lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian, apa-apa yang telah kalian lakukan. (QS. Al-Jumu'ah,62:8).

Pembaca JCS, sesungguhnya kematian itu sangat dekat dengan kehidupan. Segala sesuatu yang tak pernah diketahui dan segala sesuatu yang tak pernah diprediksi adalah dekat. Kematian dan kehidupan, seolah-olah hanya dibatasi garis tipis. 

Jika saat ini kita masih hidup, tak ada yang menjamin esok hari nyawa masih dikandung badan. Jangankan sehari, sedetik ke depan pun tak ada yang mampu memberikan jaminan.

Jika demikian, tak pernahkah kita merasa takut menghadapinya. Sudahkah cukup perbekalan yang kita kumpulkan saat kematian datang. Tak ada yang tahu. Para ulama sufi berpendapat, saat kita hidup sebenarnya adalah tidur panjang, ketika kematian datang, saat itulah kita harus bangun dan sadar. Dan saat itu pula manusia hanya punya dua pilihan. 

Pertama, ia bangun dari tidur panjang dan menjadi segar. Saat dibangkitkan setelah kematian ia benar-benar menjadi manusia yang beruntung karena tidur panjang yang diberikan betul-betul ia gunakan dengan baik dan penuh manfaat. Kalaupun pernah melakukan dosa besar segera tobat nasuha. Sebab, kebangkitan dari kematian adalah suatu yang dinantikan.

Orang-orang seperti ini akan mengucapkan kata seperti yang pernah keluar dari bibir Rabi' bin Khutsaim. "Tidak ada satu hal yang tersembunyi yang dinanti-nanti oleh orang beriman yang lebih baik dari kematian."

Kedua, ia bangun dari tidur tapi lesu dan bersedih hati, karena waktu yang diberikan tidak benar-benar dimanfaatkan. Ia memohon untuk diberikan sedikit waktu lagi dan mengumpulkan bekal. Tapi apa lacur, waktu tak bisa berjalan mundur atau berhenti. 

Waktu akan terus meluncur, mendorong yang bertahan dan menggilas yang kelelalahn. Dan orang-orang seperti ini akan berkata," Celakalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang merugi."

Pembaca JCS yang dirahmati Allah SWT, "Kesempatan hanya datang satu kali lewat di hadapan kita, juga kesempatan tidak akan hadir sesuai dalam daftar rencana kita." Kesempatan hidup kita ini jangan sampai disia-siaakan; waktu begitu saja lewat tanpa arti dan makna karena sisa umur kita sebenarnya adalah dari hari ini ke depan sampai kita meninggal dunia. 

Sekaranglah saatnya sadar, bahwa hidup yang selama ini kita jalani, ternyata hanya bersiap untuk mati, untuk menuju kehidupan yang lebih nyata. Meski demikian, bukan tempatnya kita hanya memikirkan mati dan keabadian saja, kehidupan duniapun tak bisa kita lepaskan begitu saja.

Seorang muslim selayaknya jika siang ia seperti sianga yang mencari buruannya. Tapi jika datang senja, ia akan menjadi rahib yang merintih meminta ampun dan berkah pada Tuhannya. Karenanya, "Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang beriman dan nestapa bagi orang durhaka," demikian sabda rasulullah SAW. Wallahu a'lam. Subhanakal lahumma wa bihamdika...*