Inovasi Catalyst Teaching Industry (CTI) ITB -->

Advertisement

Inovasi Catalyst Teaching Industry (CTI) ITB

Senin, 15 Oktober 2018

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik lndonesia M Nasir meninjau lndustri Katalis Pendidikan (IKP) ITB di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung, Kamis lalu. (Itimewsa)

JCS - Kini, sebuah prestasi yang luar biasa ditunjukan para mahasiswa Institut Teknologi Bandung ITB. Mereka berhasil memproduksi Catalyst Teaching Industry (CTI) atau Industri Katalis Pendidikan yang merupakan Katalis pertama buatan dalam negeri. Itu hasil buah pikir para mahasiswa Teknik Reaksi Kimia (TRK) dan Katalis, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITB, di Jalan Ganeca, Kota Bandung. 

Sebelumnya, putra-putri bangsa TRK ITB berhasil menemukan terobosan baru, yakni inovasi katalis untuk memproduksi bensin dan bahan kimia dari minyak kelapa sawit, kemudian dipercaya dan didorong sekaligus suntikan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDP KS). Seiring waktu, mereka melakukan penelitian yang dilaksanakan di TRK ITB berorientasi pada usaha-usaha komersialisasi. 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik lndonesia M Nasir meninjau lndustri Katalis Pendidikan (IKP) ITB di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung, Kamis lalu.

ITB didukung oleh Pertamina karena mampu menghasilkan katalis pertama produksi dalam negeri. Melalui Industri-Katalis Pendidikan ini ITB memproduksi katalis yang biasanya didatangkan dari luar negeri untuk kepentingan komersial.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meresmikan Industri-Katalis Pendidikan tersebut,  11 Oktober 2018. Secara simbolis, Rektor ITB Kadarsyah Suryadi menyerahkan 17 ton katalis yang diproduksi TRK ITB bersama Pertamina kepada kilang RU-IV Cilacap PT Pertamina (persero) sebagai penggunanya.

Menurut Kepala Laboratorium TRK ITB Subagjo, penelitian pengembangan katalis industri sudah dilakukan di laboratorium TRK ITB sejak 1996. Sampai akhirnya pada 2016 mendapat permintaan untuk menyiapkan dua jenis katalis, masing-masing 1,5 kilogram dengan tekanan 300 atmosphere dan temperatur 280. "Tidak mungkin kami uji coba di laboratorium kami, sehingga diuji di reaktor komersial," katanya.

Di laboratorium hanya bisa membuat 30 gram katalis dalam waktu 3 hari. Sehingga untuk membuat 3 kg katalis perlu waktu sekitar 3 bulan. Belum lagi jika ada hambatan seperti kerusakan alat, listrik pada, atau teknisi yang berhalangan.

Tahun 2016, Kemenristekdikti memberi kesempatan untuk membuat teaching factory berupa Industri Katalis-Pendidikan. Akhirnya membuat proposal untuk membuat industri katalis dengan kapasitas 1-5 kilogram sehari. "Jadi kalau ada permintaan 3 kilogram bisa selesai 3-4 hari," ujar Subagjo.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Pertamina menghibahkan alatnya yang sudah digunakan pada kerja sama yang sudah berjalan sejak tahun 2000. Akhirnya pada 2018 berhasil menghasilkan satu katalis buah kerja sama dengan Pertamina yang diberi nama PK 230 TD. Katalis itu digunakan untuk membersihkan fraksi diesel dari pengotor senyawa sulfur dan nitrogen. "Tahun 2019 kami akan mempercepat inovasi dengan alat uji lebih banyak lagi," tutur Subagjo.

ITB juga mempersiapkan paten untuk semua hasil penelitian katalis industri yang sudah dihasilkan. Industri katalis ini melibatkan 6 staf pengajar serta puluhan mahasiswa dari jenjang S1, S2, dan S3. Keberhasilan ini, katanya, telah berhasil menciptakan kemandirian teknologi katalis. "Kami tidak hanya mengembangkan katalis tetapi juga prosesnya," ujar Subagjo.

Kepercayaan dunia industri pada penelitian perguruan tinggi juga meningkat. Katalis yang selama ini sebagian besar diproduksi oleh luar negeri, akhirnya bisa dipenuhi oleh dalam negeri. Hal itu mampu menekan harga katalis menjadi semakin rendah. Jika sebelumnya harga katalis bisa mencapai 22-32 dolar Amerika Serikat per kilogram, kini bisa di bawah 10 dolar Amerika Serikat. 

Kini tengah dikembangkan inovasi katalis bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) untuk membuat bensin nabati, diesel nabati, dan avtur nabati. Senior Vice President Research & Technology Center (RTC) Pertamina Herutama Trikoranto mengatakan, proses produksi di kilang Pertamina 80% diantaranya membutuhkan katalis. 

Sebelumnya, katalis ini harus diimpor. Dana yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan katalis saja mencapai 100-200 juta dolar Amerika Serikat atau lebih dari Rp 1 triliun. "Pertamina mendorong bagaimana agar kita bisa mandiri dalam menyediakan katalis," katanya.

Rektor ITB Kadarsyah Suryadi mengatakan, katalis produksi Laboratorium TRK ITB ini merupakan satu dari sekitar 86 inovasi yang dihasilkan ITB. Inovasi itu ada yang berbasis digital dan berbasis nondigital. "Kami sudah punya teaching factory, produk yang hasilkan katalis tadi mudah-mudahan mendapat dukungan dari pak menteri untuk masuk ke skala yang lebih besar," ungkapnya seraya berharap, inovasi ini bisa mendapat perhatian Presiden Joko Widodo.

Sementara kata Menristekdikti Mohamad Nasir, berdirinya Industri-Katalis Pendidikan merupakan langkah awal untuk memanfaatkan penelitian akademik oleh sektor industri.  "Oleh karena itu saya sampaikan, jangan buat regulasi yang ruwet. Buat yang sederhana," ujarnya. 

Lebih Jelasnya
Setelah meresmikan Catalyst Teaching Industry Institut Teknologi Bandung (ITB), Menristekdikti Mohamad Nasir melakukan peninjauan langsung Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis @itb1920, Kamis (11/10/18). (Foto: Istimewa)
Laboratorium ini mampu memproduksi katalis yang mengubah minyak sawit menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Melalui dukungan @ristekdikti dan kerja sama industri dan lembaga terkait. Hasil penelitian dan inovasi katalis ini akan terus dikembangkan agar bisa dihilirasasi dan dikomersialkan.
.
“Industri katalis ini akan mendukung kemandirian energi. Dari sisi ekonomi, katalis ini dapat menghemat energi sehingga tidak perlu impor untuk BBM kedepannya,” ujar Menteri Nasir. (tas/net)