Edun! Desa Cisayong Punya Lapangan Bola Standar FIFA -->

Advertisement

Edun! Desa Cisayong Punya Lapangan Bola Standar FIFA

Sabtu, 20 Oktober 2018

Kuwu Yudi bersama tamu sedang meliaht-lihat kondisi lapang Sakti Lodaya. (laman Priangan)
JurnalBola- Lapang sepak bola yang cukup mentereng nan indah ini terletak di Kampung Cisayong, Desa Cisayong, Tasikmalaya. Maklum kepala desa terpilih di Desa Cisayong, Yudi Cahyudin gemar main bola. Sebelumnya, Yudi sangat ingin sepak bola di Indonesia lebih maju terutama di priangan timur, Tasik. Kecintaan terhadap sepak bola sampai membuatnya membangun sebuah lapangan yang dinamai Sakti Lodaya.

“Lapangan sudah standar nasional dengan rumput yang tidak jauh beda dengan GBK (Gelora Bung Karno), GBLA (Gelora Bandung Lautan Api), dan Gelora Jakabaring Palembang,” ungkap Kepala Desa Cisayong, Yudi Cahyudin kepada wartawan, belum lama ini.

Meski sudah berstandar nasional, lapangan belum dipakai oleh klub profesional yang ada baik Liga 2 maupun Liga 1. Hanya saja PSSI dikabarkan sudah mengetahui adanya lapangan Sakti Lodaya dan berencana untuk melangsungkan pertandingan Liga 2 atau Liga Nusantara untuk usia dibawah 19 tahun.

Anggaran pembangunan lapangan Sakti Lodaya ini, kata Yudi Cahyudin berasal dari dana desa yang turun dari pemerintah pusat. Dana itu akhirnya digunakan untuk membangun lapangan yang diharapkan bisa melahirkan pemain-pemain berbakat.

Prioritas penggunaan dana desa yang ia gunakan untuk pembangunan sarana olahraga yang sudah diatur dalam permen desa nomor 19 tahun 2017. "Saya memprioritaskan untuk membangun sarana olahraga,” lanjutnya.

Eloknya lapang tersebut seiring perjalanan sepak bola Indonesia yang akhir-akhir ini timbul berbagai permasalahan. Mulai soal lapang, sanksi Komdis PSSI -hingga tak jelasnya Luiz Milla untuk membawa timnas Indonesia. 

Jadi, semangat untuk memajukan sepak bola Indonesia harus tetap hadir dari semua insan pecinta olahraga terpopuler di jagad raya ini. Bahkan keinginan untuk melihat sepak bola nasional maju hadir dari semua kalangan, tak terkecuali dari warga desa yang jarang terekspos media.

Nah, lapangan Sakti Lodaya yang ada di desa Cisayong, Tasikmalaya, tidak bisa dikatakan sebagai stadion karena tidak ada tribune untuk penonton. Jika menyoal sarana yang ada di lapangan tersebut, nampaknya belum lah benar-benar rampung meski sudah layak pakai. “Jogging trek belum ada, begitu juga dengan pagaran kawat yang belum terpasang, menurut orang PSSI, ini sudah masuk standar FIFA untuk ukuran lapangan yang paling kecil,” tutur kuwu Cisayong itu.

Lapangan Sakti Lodaya memiliki ukuran lapangan panjang 95 meter dan lebar 50 meter itu ditunjang dengan jenis rumput Zoysia Matrella (jenis yang sama dengan GBK), sistem drainase dan penyiraman air yang modern.

Dari suatu lapangan yang bagus, yang paling penting adalah bagaimana pengelolaannya, karena akan percuma jika lapangan itu dikelola pihak yang tidak kompeten. Untuk masalah itu, Yudi Cahyudin mempercayakan perawatan lapangan kepada badan usaha milik desa Sakti Lodaya yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan lapangan.

Biaya perawatan lapangan yang diproyeksikan untuk kompetisi di bawah usia 19 tahun itu ditaksir mencapai 5 juta rupiah per bulan. Untuk menutupi beban biaya itu, salah satu upayanya adalah dari penyewaan lapangan.

Biaya penyewaan yang berkisar dari Rp500 ribu hingga di atas Rp1 juta untuk klub profesional diharapkan dapat memberi pemasukan yang signifikan bagi desa. “Itu disebut dengan orientasi bisnis bahwa dana desa tidak habis dipakai sekali, jadi bisa menambah pendapatan yang akan berguna untuk dana operasional lapangan lagi,” sambungnya.

Pak kuwu ini yang sangat paham akan keinginan generasi milenial di desanya. Kuwu berharap dengan hadirnya Presiden, Joko Widodo, atau pihak pemerintah untuk meresmikan lapangan ini, dapat membantu memajukan sepak bola Indonesia.

Hadirnya satu lapangan baru yang berkualitas nasional akan menjadi harapan semua orang, dari sanalah pemain berbakat yang akan membawa Indonesia berprestasi di dunia dapat lahir dari rumput lapangan tersebut. “Sepak bola tidak boleh dipolitisasi dan aturan main harus ditegakkan. Pokoknya salam damai dari desa untuk sepak bola Indonesia,” tutupnya. (tas/rus)