Bersyukur Kondisi Fakir -->

Advertisement

Bersyukur Kondisi Fakir

Kamis, 04 Oktober 2018

Ilustrasi
Dunia bagi kita tak membuat kita silau dan lupa. Dunia bagi kita laksana seperti hiasan karena harta atau perkara dunia ibarat orang masuk pintu depan keluar pintu belakang. Jadi tak perlu payah-payah mencari tapi tak lari ketika didatangkan harta pada kita. Yang penting cukup.

Pembaca JCS, ini ada kisah menarik yang bisa kita jadikan teladan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah. Suatu ketika, datang seorang kaya kepadanya dan memberikan dua karung banyaknya. Tapi hari itu pula harta sebanyak itu dihabiskannya, bukan boros atau dihambur-hamburkan. Melainkan dibagikannya seluruh harta itu pada penduduk yang ada sampai dia sendiri tak punya uang hanya untuk membeli sekerat daging saja.

Entah apa jadinya jika kesempatan di atas, dalam bentuk lain, datang kepada kita. Bermacam-macam kesenangan pribadi tentunya yang pertama kali terpikirkan. Krisis seperti saat ini kadang kita jadikan alasan, untuk mencari dan menerima lebih dari apa yang kita butuhkan. 

Celakanya, segala cara tak dipedulikan yang penting asap dapur terus ngebul, syukur-syukur bisa punya tabungan minimal untuk tiga turunan.

Kita seolah sangat takut sekali menjadi dan jatuh fakir. Kemiskinan seperti momok paling menakutkan dalam kehidupan. Padahal semestinya kita bersyukur dengan kondisi fakir seperti ini.

Terkadang manusia memang butuh situasi-situasi hidup yang tidak nyaman untuk cepat mendewasakan dirinya, dan kefakiran adalah salah satu yang luar biasa berhasil membuat kita dewasa.

"Aku berdiri di pintu surga ternyata banyaknya mereka yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sedang mereka yang kaya tertahan di luar." (HR. Bukhari-Muslim). 
Tapi yang bahaya, miskin tak punya bekal ilmu. Pun orang kaya tak berbekal ilmu sehingga ia akan berjalan sesuai hawa nafsunya. Sementara orang kaya berbekal ilmu bisa lebih untung karena pandai memanfaatkan kekayaannya seperti naik haji dan bentuk ibadah-badah lainnya.

Kemiskinan, selain menjadi proses pendewasaan bisa juga mengantarkan kita masuk ke pintu surga seperti jaminan yang diberikan Rasulullah di atas. Tentu saja dengan segala syaratnya.

Pembaca JCS janganlah takut miskin. Kondisi itu bukanlah musuh, justru lebih banyak menjadi penyelamat dan teman yang bermanfaat, tergantung kita menyikapinya. "Jika saja kalian bersyukur maka akan Kami tambah nikmat yang diberikan, tapi jika kalian menjadi kufur, sungguh azab Allah sangatlah pedih." (QS. Ibrahim, 14: 7).

Rasulullah SAW dalam kehidupannya selalu meminta kepada Allah SWT untuk menjaganya dari fitnah harta dan dunia. Sampai-sampai beliau berdoa, "Ya Allah, jadikanlah rezeki Muhammad hanya sekedar makanan pokoknya saja," (HR. Bukhari-Muslim).

Orang-orang beriman seharusnya tidak lari ketika kefakiran datang, tidak pula tenggelam saat kelebihan berlimpah ruah. Yang paling penting adalah bagaimana caranya agar kesadaran kita tetap terjaga. "Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sebentar saja, dan akhirat lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. An-Nisa', 4:77)

Pembaca JCS, menjadi fakir memang aman, tapi kondisi tersebut tidak bisa kita jadikan alasan untuk tidak menjadi dermawan. Kedermawanan tidak dipandang oleh berapa banyak atau besar yang kita berikan. 

Sifat dermawan dan selalu lapang dada haruslah kita jaga, karena, "Tangan yang di atas itu lebih baik dari tangan yang ada di bawah," demikian sabda Rasulullah SAW dalam HR Bukhari dan Muslim. Wallahu a'lam bish-shawabi; Dan Allah Mahatahu yang benar/yang sebenarnya.***