Luka & Fitnah -->

Advertisement

Luka & Fitnah

Admin
Minggu, 23 September 2018

Luka dan Fitnah selalu ada. Semakin tinggi kearifan, maka semakin besar pula fitnah menghantam. Selayaknya, bekas luka dan fitnah harus kita jadikan ukuran. Jika waktu lalu, cobaan yang datang untuk kita selesaikan sama dengan cobaan yang kita hadapi sekarang, sungguh tak ada peningkatan apapun yang kita dapatkan.

Pembaca JCS yang dirahmati Allah 'Ajawazala, ada banyak cara menjadi dewasa. Kadang begitu mudah, semudah membaca buku dan menemukan kearifan di tiap lembar demi lemar. Bahkan ada yang lebih mudah dari itu, yakni bercermin pada setiap kejadian yang terjadi pada orang lain.

Tapi tak jarang, kita harus menempuh jalan yang begitu berat untuk menjadi dewasa dan sadar. Kita harus melewati sungai fitnah yang berarus jeram. Membelah rimba cobaan dengan kerja dan sabar. Bahkan kita harus penuh luka sebelum akhirnya memetik hikmah kebaikan dan menjadi dewasa.

Ada yang berhasil, tapi banyak pula yang gugur di tengah jalan. Orang-orang yang berhasil menjadi lebih arif sikafnya. Lebih dalam kemampuannya. Lebih luas pemahamannya. Dan lebih move on menerima segala. Sedangkan mereka yang gagal, telah menjadi gusar, bahkan gusar mereka melebihi sebelum fitnah. Sumbu emosi mereka lebih pendek dan mudah terbakar. Mereka telah gagal melanjutkan perjalanan menuju kearifan dan kedewasaan.

Sesungguhnya, perjalanan masih sangatlah panjang. Tapi mana mungkin ditempuh dalam keadaan papa. Tak mungkin perjalanan diselesaikan tanpa kemampuan menangkap hikmah, menyerap ilmu, apalagi berjalan tanpa ma'rifat kepada-Nya. 

Hati yang gentar karena luka, benak yang gusar karena luka, akal yang buntu karena luka dan fitnah, akan membuat kaki kita terantuk-antuk batu dalam setiap langkah. Lalu kita akan menyerah sebelum perjalanan usai dan purna.

Potensi luka selalu ada. Apalagi fitnah. Nah, semakin tinggi tingkat kearifan, maka semakin besar pula luka menghantam. Sesuatu yang membuat luka adalah fitnah. Fitnah suka menggoncangkan ketenangan jiwa. Selayaknya, hal itu harus kita jadikan ukuran. Jika waktu lalu, cobaan yang kita hadapi sekarang, sungguh tak ada peningkatan apapun yang kita dapatkan.

Ketakutan memang sering menggalikan liang kubur untuk akal sehat yang kita perlukan. Rasa gentar pun sering mengabarkan jalan semu yang menyesatkan. Tak boleh lari ketika fitnah datang. Tak boleh pula berpaling ketika cobaan menghadang. Lewati dan tembus saja. Sejatinya, fitnah, cobaan dan luka adalah pintu-pintu menuju kedewasaan.

Pembaca JCS, selama kita berpegang teguh pada tali Allah, sungguh tak ada yang perlu ditakutkan. Sepanjang kita tak bermaksiat kepada Sang Pencipta alam. Tidak perlu risau dan gentar.

Tapi sebaliknya, jika kita bermaksiat kepada Allah, banyak melukai hati sesama, maka semua yang kita alami adalah awal dari kehancuran. Satu-satunya penyebab paling absolut sebuah kebinasaan adalah, karena kita bermaksiat kepada Allah dan banyak melukai hati orang lain. 

Jika sudah demikian, ketakutan akan mengepungmu. Kegalauan akan menelikung setiap langkahmu. Bahkan sebentar lagi ada penggeledahan atas perbuatan jahatmu. Dan perjalanan begitu berat. Tak ada jalan lain jika sudah begitu; cepat bertaubat nasuha, atau mau tenggelam dalam lingkaran kesesatan. Wallahu a'lam bish-shawwab.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Dan mengajak dulur-dulur untuk banyak menuntut ilmu dan bertaubat karena Allah. Segala puji hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabatnya. Subhanakal lahumma wa bihamdika, asyhadu anla ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atubu ilaiik.*