Milla Terhenti atau Dipertahankan? -->

Advertisement

Milla Terhenti atau Dipertahankan?

Admin
Senin, 27 Agustus 2018

Luis Milla / INASGOC/Charlie
Ingat ketika pertandingan Timnas U-23 Indonesia skor 2-2 lawan Uni Emirat Arab (UEA), hingga tetap bertahan hingga perpanjangan waktu dua kali 30 menit selesai. Pemenang mesti ditentukan melalui adu penalti. Pada babak ini, Indonesia harus mengakui keunggulan UEA. Eksekusi penalti Septian David Maulana melambung, sedangkan tendangan Saddil Ramdani terbaca. Andritany Ardhiyasa tak mampu membendung eksekusi pemain lawan, meski salah satu di antaranya membentur mistar.

Dengan demikian, Luis Milla gagal memenuhi target yang ditetapkan PSSI, yaitu lolos ke babak empat besar Asian Games 2018. Timnas Merah-Putih dipatok target tinggi karena turnamen berlangsung di kandang sendiri. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi sudah mewanti-wanti tidak melanjutkan kontrak Milla jika gagal mencapai target.

"Apa yang terjadi, ya terjadi lah. Sepakbola terkadang kejam. Saya harap suporter bangga dengan para pemain. Tim ini sudah memberikan seluruh hidupnya untuk berupaya menang," tukas pelatih asal Spanyol itu pada sesi jumpa pers, Senin (27/8/2018).

Suara publik bertebaran di media sosial. Mayoritas mendesak agar PSSI mempertahankan jabatan Milla. Heboh ini setidaknya hingga Piala AFF yang berlangsung akhir tahun ini. Meski belum berprestasi emas, Milla dianggap telah berhasil memberikan Timnas filosofi bermain sehingga tidak mudah diperdaya lawan.

Milla tidak hanya memenangkan hati publik. Sebagian besar pemain dan mantan pemain melihatnya mampu memberikan perubahan positif dari cara bermain Timnas. Seperti yang diutarakan Kurniawan Dwi Yulianto dan Firman Utina.

"Kalau saya lihat dari awal Milla mungkin bisa dibilang bekerja mulai dari level satu. Jadi pekerjaannya memang sangat berat dan perubahan itu sangat terlihat dari cara bermain," bilang Kurniawan dalam wawancara eksklusif kepada wartawan, belumlama ini.

Bahkan Firman dengan berani mengatakan "Milla layak dikontrak sepuluh tahun!"

Milla memulai tugas sebagai pelatih Indonesia sejak Februari 2017. Penunjukannya merupakan bagian dari gebrakan Edy Rahmayadi saat memulai jabatan sebagai Ketua Umum PSSI. Sepakbola Indonesia dalam kondisi memulai ulang mesinnya akibat kisruh organisasi yang berkepanjangan. 

Sebagai dampak konflik, pada 2015 FIFA membekukan status keanggotaan PSSI. Artinya, Indonesia tidak dapat berlaga di ajang kualifikasi Piala Dunia 2018 yang merangkap pula sebagai kualifikasi Piala Asia 2019. Praktis sanksi FIFA menghentikan perkembangan sepakbola Indonesia selama lima tahun lamanya.

Jadi, Milla harus membangun tim yang tidak bertanding sama sekali di ajang kompetitif. Selain itu, parameter keberhasilan Milla adalah pada pesta olahraga multicabang seperti SEA Games dan Asian Games yang tidak mengenal babak kualifikasi.

Milla melakukannya dengan meremajakan skuat. Banyak pemain muda diberikan kesempatan memperkuat Merah-Putih. Keberanian seperti itu membuat fans Indonesia kini sudah lazim menyaksikan Septian, Saddil, Gavin Kwan Adsit, Febri Hariyadi, serta Ricky Fajrin bertanding di pentas internasional.

Harus diakui, filosofi sepakbola Milla bukan selera semua orang. Terkadang dia membuat keputusan pemilihan pemain yang tidak bisa diterima fans. Misalnya, ketika menghadapi Malaysia dan kalah 3-0 pada kualifikasi Piala Asia U-23 tahun lalu. Hal yang sama terjadi ketika Indonesia dikalahkan Palestina di Asian Games 2018.

Timnas di bawah kepelatihan Milla hampir selalu memulai pertandingan dengan sikap berhati-hati. Malah cenderung terlalu konsisten, kalau tidak mau dibilang monoton, dengan memakai pola serangan yang itu-itu saja. Taktiknya mengedepankan bola-bola silang sempat dipertanyakan publik.

Dia punya alasan. "Memang itu cara kami bermain. Kami punya pemain cepat dan pemain yang bisa membawa bola dari samping," sebut Milla.

Anda boleh meragukan dan mempertanyakan taktiknya, tapi tak sekali pun Milla pernah menyalahkan pemain di depan publik. Sebaliknya, Milla juga tidak pernah larut memuji berlebihan kontribusi pemain secara individual. Kalau pun menyebut nama, itu langsung diimbuhinya dengan menekankan kolektivitas. "Lilipaly pemeran utama kemenangan ini," kata Milla setelah Indonesia mengalahkan Cina Taipei, pemain harus berbenah lagi. 

Hal lain yang dapat dipertimbangkan oleh PSSI sebelum menjatuhkan vonis adalah kemampuan Milla dalam membaca permainan. Mantan pemain Barcelona dan Real Madrid itu mampu memberikan solusi jitu ketika tim dalam situasi sulit. Ini tidak hanya satu dua kali terjadi.

Indonesia tertinggal dari Myanmar pada perebutan medali perunggu SEA Games setelah bermain buruk pada babak pertama. Selepas jeda, Merah-Putih bangkit. Mereka berhasil memenangkan pertandingan 3-1.

Situasi serupa terjadi ketika Indonesia tertinggal satu gol dari Hong Kong pada laga terakhir Grup A Asian Games. Usai turun minum, Indonesia mengubah gaya permainan dengan menyerang dari tengah. Hasilnya, keadaan berbalik dan Indonesia unggul 3-1.

Sama seperti pada pertandingan melawan UEA. Indonesia dua kali tertinggal, tapi dapat menyamakan kedudukan berkat umpan dua pemain pengganti, Septian dan Saddil. Sebelumnya, Milla melakukan keputusan berani dengan mengubah formasi menjadi 3-5-1-1.

Harus diakui, Milla memiliki salah satu ciri pelatih sepakbola modern, yaitu kemampuan mengadaptasi taktik sesuai situasi pertandingan. Sangat penting dicatat pula jika hal ini dapat berjalan karena para pemain mau mendengarkan pelatih. Suasana harmoni seperti ini hendaknya terjaga tidak hanya selama 18 bulan melatih, melainkan bertahun-tahun.

Bukankah setelah berkonflik bertahun-tahun lamanya, sepakbola Indonesia tengah tumbuh dan berkembang? Timnas U-16 dan U-19 tengah bersiap terjun di ajang Piala Asia mulai bulan depan hingga November nanti untuk bertarung merebut mimpi tampil di Piala Dunia U-17 dan U-20.

Di sisi pengembangan sepakbola usia dini, PSSI di bawah arahan direktur teknik Danurwindo tengah gencar mengampanyekan Filosofi Sepakbola Indonesia. Program yang disebut Filanesia itu diharapkan menjadi kurikulum sepakbola dasar anak-anak Indonesia. Program itu ditambah pula dengan penyelenggaraan kursus lisensi kepelatihan di berbagai daerah.

Demi kesinambungan, dan juga karena telah sejak awal terlibat menjadi bagian dari program PSSI era Edy Rahmayadi, Milla lebih dari layak untuk memperoleh perpanjangan waktu.

Jumat (24/8) malam setelah langkah Indonesia dihentikan UEA, Milla menumpahkan kekesalan kepada wasit Shaun Evans yang bertugas. Saat ini dia enggan membahas kepastian masa depan. Dia lebih memilih melakukan perpisahan dengan para pemain sebelum bertolak pulang ke Spanyol. "Para pemain sudah memberikan segala hidupnya untuk menang," tegasnya. Ketika Milla pergi menenangkan pikiran, PSSI dituntut mengambil keputusan tepat. (tas/rus).