Ketika Massa Udara Sedang Naik -->

Advertisement

Ketika Massa Udara Sedang Naik

Admin
Sabtu, 04 Agustus 2018

Ilustrasi 
JCS - Prinsip-prinsip adanya hubungan relationship antara tekanan, suhu dan volume, kemudian juga densitasnya, dalam gas-gas dapat dinyatakan dalam hukum fisika: jika suatu ruang gas yang mempunyai suhu konstan, maka volume itu adalah berbanding terbalik dengan tekanan. 

Jika tekanan gas itu berlipat dua, maka volumenya akan susut menjadi setengahnya dari semula, VxP = 1; jadi P1, =2P, maka V1, menjadi= V1.P1 =1 atau V1.2= 1 dan V1 dan V1,= 1/2. Dalam suatu ruang gas memiliki tekanan, P, kinstan, maka volumenya itu akan berbeda-beda secara langsung yang dipengaruhi oleh suhu itu sendiri, seperti formula Vt=Vo (1+a.t), dengan pengertian: V1= isi sesudah dinaikan suhunya ke t, Vo= isi semula, ketika suhunya 0, a= koefisien muai udara, 0,00367, t= suhu, maka apabila suhu udara bertambah, maka volumenya pun akan bertambah besar, sebaliknya jika suhunya itu turun, maka volumenya pun akan susut.

Jelaslah bahwa suatu massa udara yang terangkat itu akan mengalami suatu penyusutan tekanan kepadanya sedemikian rupa, sehingga volumenya itu akan meningkat. Selama volume udara yang naik itu berkembang, maka tumbuhan molekul-molekul itu frekuensinya berkurang dan akibatnya tekanan dan suhu berkurang. 

Sebaliknya, massa udara menurun, volumenya itu menyusut oleh karena adanya tekanan udara yang lebih besar, kemudian suhunya serta densitasnya meningkat pula. Angka adiabatik dari massa udara kering atau jenuh melalui gerakan vertikal adalah konstan.

Hal ini terjadi kira-kira 10 derajat C tiap kenaikan altitudo 1000 meter atau 5,54 derajat F tiap kenaikan 1000 ft. Jika proses adiabatik basah, massa udara sedang naik dan mengalami adiabatik kering itu terus saja mendingin. Akan tetapi, pada suatu saat pada ketinggian tertentu, sampailah pada suatu titik atau suhu, sehingga udara tersebut mulai berkondensisasi. Titik atau suhu ini dinamai titik atau tingkat kondensasi (condensation level).

Jadi, untuk masa udara yang lebih dingin seperti CT3, yang secara bormalnya akan mempunyai lengas nisbi yang tertinggi, sampailah pada tingkat kondensasi yang pertama atau pada elevasi yang terendah. Sedangkan massa udara yang terpanas seperti BT2 yang mempunyai lengas nisbi terendah, telah mendaki lebih tinggi dan mencapai suhu yang lebih rendah sebelum titik jenuh dicapai dan kondensasinya mulai. 

Setelah massa udara yang sedang naik itu mencapai tingkat kondensitas, ketika awan-awan mulai membentuknya. Kemudian, udara jenuh itu sebagai kelanjutan naik mendingin tidak lebih lama setelah adanya angka adiabatik kering. Akan tetapi, pendinginan itu berjalan lebih lambat. Hal ini dinamai angka adiabatik lambat (retarded adiabatic rate), atau lazimnya disebut angka adiabatik basah (wet adiabatic rate). Makin sempit sudut tahan yang dibuat oleh adiabatik kering dan adiabatik basah, maka makin besar angka adiabatik basah. 

Hal ini bisa di lihat dalam gambar, tetapi selalu lebih kecil dari angka adiabatik kering. Menurut Dr. G.O.F Dengel, rata-rata angka adiabatik basah itu ada 5 derajat tiap kenaikan 100 meter atau 5,5 derajat per 100 meter. Dr. S.W. Visser menentukan bahwa untuk massa udara yang naik dengan suhu permulaannya itu 30 derajat C, dia akan mempunyai angka adiabatik basah sebesar 0,37 derajat C pendinginan per 100 meter kenaikan. 

Di atas tingkat kondensasi, dimana tingkat uap air diubah menjadi awan yang tersusun oleh partikel-partikel cair atau es, salju, maka panas kondensasi dibebaskan ke angkasa. Hal ini sumber tambahan energi, sehingga memperlambat angka pendinginan dalam udara yang sedang naik. Dua hal proses yang saling balas, di satu pihak menyebabkan pemanasan, dan di pihak lain menyebabkan pendinginan secara simultan (berbarengan), sementara udara jenuh itu berlangsung mendingin oleh karena merenggaiangan (memuai), maka panas disebabkan sebagai akibat tindakan kondensasi itu.

Seperti telah ditulis di atas, bahwa angka adia batik basah itu tidak konstan, berlainan dengan angka adiabatik kering. Dan akhirnya, setelah angin menyapu asap, uap mengangkat bersama atmosfer, naik, hingga jadi awan, maka itu berpotensi hujan. Wallahu a'lam. (tas/rus).