Mulut -->

Advertisement

Mulut

Admin
Minggu, 15 Juli 2018

Ilustrasi 
Pernah kita bayangkan, bahwa sejarah kolonialisme berawal dari mulut? Ya, penjajahan ternyata bermula dari mulut-mulut yang menganga, mulut-mulut menadah dan menagih rasa. Begitulah sejarah penjajahan dimulai pada mulanya. Portugis dan Spanyol, Inggris dan Belanda, berlomba-lomba mengirimkan ekspedisi dan kapal-kapal mereka untuk menemukan, sekaligus menaklukkan tanah-tanah baru di seberang lautan. 

Tanah yang kaya rempah. Tanah yang menumbuhkan dan melahirkan rasa. Cengkeh dan pala, lada dan rempah-rempah lain mengundang para peranggi berkulit pucat pasi, yang membawa masket siap menyalak hanya dengan satu tujuan. Memuaskan mulut-mulut yang menanti dan haus rasa. India di kepulauan Nusantara adalah negeri yang menjanjikan tumbuh-tumbuhan kaya rasa.

Daerah-daerah itu pula yang membuat Raja Ferdinand dan Ratu Isabel mengirim Colombus, saat petualang untuk melakukan penjajakan. Sauh diangkat, layar berkembang dan perjalanan sang nakhoda pun dimulai. Dan sampai pula Colombus pada sebuah benua, yang ia sangka adalah India. 

Untuk pertama kalinya ia bertemu dengan penduduk asli benua itu, dan menyebutnya sebagai Indian. Tapi ternyata Columbus salah besar, yang ia pijak bukan tanah India, tapi Amerika. Tapi toh, sejarah mengubah kisah. Columbus menjadi pahlawan, penemu benua Amerika dan bukanlah si pandir yang tak kenal arah.

Mulut-mulut yang menuntut telah mengantar Columbus ke benua-benua lain untuk ditaklukkan. Mulut-mulut yang menuntut pula yang mengantarkan para penguasa, para gubernur jenderal Belanda datang dan menjadikan pulau Jawa sebagai provinsi termuda kerajaan.

Demi memenuhi keinginan mulut-mulut di seberang lautan sana, berjuta-juta manusia lain, di seberang tanah yang lain terjajah, teraniaya dan terempas hak-haknya. Kini sesungguhnya keadaan tak jauh berbeda. Bahkan kian parah. Mulut membuat pejabat tak peri korupsi. Mulut membuat penguasa menindas rakyat sendiri. 

Mereka meminum minyak dan aspal. Mereka memakan hutan dan kayu-kayu gelondongan. Mereka memakan kertas, memakan mega proyek infrastruktur jalan dan tambang emas Papua. Mulut tak sekedar mulut. Mulut adalah simbol dari ambisi, keinginan dan hasrat untuk menguasai dan ujung-ujungnya celaka. Mulut menuntut gaya hidup. Mulut-mulut menuntut hidup gaya. Padahal, tak banyak yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidupnya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah mengingatkan kita. Ada dua hal yang akan banyak menjerumuskan anak Adam ke dalam neraka. Mulut dan kemaluan mereka. Mulut mampu mengeluarkan kata-kata yang berubah fitnah, mulut mampu melahirkan ambisi yang besar luar biasa. Begitu juga dengan kemaluan manusia.

Tapi anehnya, meski Rasulullah SAW menyebut dua hal tersebut sebagai penyebab paling besar kesengsaraan, baik di dunia maupun di Akhirat sana, berduyun-duyun manusia justru seakan berlomba memenuhi nafsu mulut dan kemaluannya.

Mudah-mudahan kita, dan pembaca JCS, dan  termasuk orang-orang yang beruntung dirahmati Allah SWT. Orang-orang yang mau mengendalikan dan menjada mulut dan kemaluan. Menjadi orang-orang yang rajin menuntut ilmu dan berkata karena Allah, mau bertaubat dan paling penting adalah memperkokoh pondasi akidah. Tauhid. Wallahu a'lam. Subhanakal lahumma wa bihamdika...*