Garis Tipis -->

Advertisement

Garis Tipis

Admin
Rabu, 11 Juli 2018

Ilustrasi 
Suatu saat, ketika beliau SAW memasuki masjid, terlihat beberapa orang sedang tertawa senang. Kemudian Rasulullah menghampiri mereka dan menegurnya, "Ingatlah kematian. Demi Allah, seandainya kalian tahu apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan menangis." 

Dari peristiwa tersebut, Rasulullah seakan memberikan isyarat, betapa berat dan dahsyat kematian itu. Satu peristiwa dalam fase yang tak satupun kehidupan lolos darinya, meski telah sembunyi dan melahirkan diri. "Katakanlah, sesungguhnya maut yang kalian lari darinya, pasti akan mendapati kalian. Kemudian, kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata. Lalu Dia akan memberitahukan kepada kalian, apa-apa yang telah kalian lakukan.

(QS Al-Jumu'ah [62]: 8. Sesungguhnya, kematian itu sangat dekat dengan kehidupan. Segala sesuatu yang tak pernah diketahui dan segala sesuatu yang tak pernah diprediksi adalah dekat. Kematian dan kehidupan, seolah-olah hanya dibatasi garis tipis.

Jika saat ini kita masih hidup, tak ada yang menjamin esok hari nyawa masih dikandung badan. Jangankan sehari, se-detik ke depan pun tak ada yang mampu memberikan jaminan. Jika demikian tak pernahkah kita merasa takut menghadapinya. Sudahkah cukup perbekalan yang kita kumpulkan saat kematian datang. Tak ada yang tahu. 

Para ulama sufi berpendapat, saat kita hidup sebenarnya adalah tidur panjang, ketika kematian datang, saat itulah kita harus bangun dan sadar. Dan saat itu manusia hanya punya dua pilihan. Pertama, ia bangun dari tidurnya panjang dan menjadi segar. Saat dibangkitkan setelah kematian ia benar-benar menjadi manusia yang beruntung karena tidur panjang diberikan betul-betul ia gunakan dengan baik dan penuh manfaat.

Kedua, ia bangun dari tidur tapi lesu dan bersedih hati, karena waktu yang diberikan tidak benar-benar dimanfaatkan. Ia memohon untuk diberikan tidak benar-benar dimanfaatakan. Ia memohon untuk diberikan sedikit waktu lagi dan mengumpulkan bekal. Pembaca yang di rahmati Allah, waktu tak bisa berjalan mundur atau berhenti. Waktu akan terus meluncur, mendorong yang bertahan dan menggilas yang kelelahan.

Jadi kita hidup hanya butuh sedikit saja dari semua yang kita miliki, atau yang kita usahakan. Selebihnya yang kita usahakan untuk gaya hidup atau hidup gaya. Untuk gaya hidup dan hidup gaya. Pengalaman, terkadang kita tertipu oleh kilasan-kilasan penampilan. Meraih kualitas hidup terbebas dari minal juu', lapar, dan khauf, ketakutan. Kita harus bersyukur dan merasa dikelilingi nikmatNya.

Pembaca JCS, sekaranglah saatnya kita sadar, bahwa hidup yang selama ini kita jalani, ternyata hanya bersiap untuk mati, untuk menuju kehidupan yang lebih nyata nan kekal. Meski demikian, bukan tempatnya kita hanya memikirkan mati dan keabadian semata, kehidupan dunia yang penuh dengan berbagai kebutuhan hidup dan risiko dapur, tak bisa kita lepas begitu saja. Seorang muslim selayaknya jika siang ia seperti singa yang mencari buruannya. 

Tapi jika datang senja, ia akan menjadi rahib yang merintih meminta ampun dan berkah pada Tuhannya. "Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang beriman dan nestapa bagi orang durhaka," demikian sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa Salam. Wallahu a'lam. Subhanakal lahumma wa bihamdika....*