Penambang -->

Advertisement

Penambang

Admin
Rabu, 13 Juni 2018

Ilustrasi 
Pernahkah kita mencermati sebuah mutiara dengan seksama? Tidak sekedar mencermati saat ia sudah berkilau dan bersinarnya. Tapi mencermati sejak mula. Jauh sebelum mutiara itu bersinar, ia hanya bulatan-bulatan kusam di dalam tiram. Tak menarik, tak menawan. Ia berada di dasar laut, tersembunyi di balik kerasnya kulit tiram. Butuh usaha uang tak ringan untuk mengangkat dan mengambil butir-butir kusam dalam tiram itu. 

Seseorang harus menyelam ke dasar lautan, membuka dan memilih tiram, lalu kembali ke daratan setelah perjuangan. Perjuangan yang tidak saja berat, tapi juga abstrak. Bagaimana mungkin manusia bertaruh nyawa, menyelam dalam-dalam ke dasar lautan hanya untuk butiran-butiran kusam di dalam tiram? Kita tidak bicara soal mutiara imitasi yang bisa diperoleh lewat rekayasa genetik pada tiram-tiram, kita sedang bicara tentang mutiara semula, kalau kata orang Melayu. Mutiara asli.

Setelah mutiara di tangan, perjuangan masih belum usai. Ia harus dibersihkan, diasah dan digosok sebelum akhirnya berkilauan. Setelah berkilau dan bersinar, baru terasa benar perjuangan panjang. Harga mahal, prestise, dan derajat pun terangkat lebih tinggi daripada sebelumnya. Menjadi perhiasan, ditimbang-timbang, dan menuai pujian-pujian. Itulah mutiara. 

Mari kita andaikan diri masing-masing laksana butir-butir kusam yang berada di dalam tiram. Lalu andaikan pula bulan Ramadhan ini, yang sebentar lagi mau lebaran. Katakan, bahwa kita ini adalah para penambang tiram yang sedang menyelam dalam-dalam. Mudah-mudahan kita lebih terang benderang di bulan Syawal. Seharusnya kita sangat cemerlang setelah Ramadhan. Seharusnya kita penuh cahaya setelah melewati bulan mulia ini. Ramadhan benar-benar mengasah kita, mencuci dan membilas jiwa dan hati kita.

Nah, pertanyaannya apakah kita akan membiarkan jiwa yang telah diasah menjadi buram kembali? Apakah akan kita biarkan kefitrian dinodai? Atau jangan-jangan ada pertanyaan yang lebih subtansial yang harus kita jawab. Apa benar Ramadhan telah membilas hati kita? Jangan-jangan kita sama sekali tak mewarnai bulan yang mulia ini? Nauzubillah, sungguh, mudah-mudahan Allah SWT menjauhkan kita dari yang demikian. Mari kita buktikan bahwa jiwa kita bersinar cemerlang dengan membuka lebih luas lagi. 

Mari buktikan cinta kita' bahwa diri kita telah dicuci dengan cara berpikir yang lebih lurus dari kemarin. Mari buktikan bahwa hidup ini telah fitri dengan cara lebih mencintai jalan-Nya, lebih mencintai jihad-Nya, lebih mencintai cinta-Nya. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bercahaya, di dunia dan di akhirat, kelak. Amiin. Wallahu a'lam bish-shawab.*