Nafsu & Letak Ujian (Cobaan) -->

Advertisement

Nafsu & Letak Ujian (Cobaan)

Admin
Kamis, 21 Juni 2018

Ilustrasi 
Para peniti jalan menuju Allah dari berbagai aliran, Insyaallah sepakat bahwa nafsu bisa membuat hati tidak sampai kepada Allah SWT. Kecuali telah berhasil mengendalikan nafsu, meninggalkannya-dengan cara menyalahi kemauannya-dan mengalahkannya. Sebab, golongan yang berhasil dikalahkan, dikuasai dan dihancurkan oleh nafsu sehingga di bawah perintahnya. 

Golongan kedua berhasil mengalahkan dan mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu itu tunduk di bawah perintah mereka. Allah SWT berfirman: Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia maka sesungguhnya Nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya." (An-Nazi'at: 37-41).

Memang, nafsu selalu mengajak untuk melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Sementara Allah SWT untuk mengajak hambaNya untuk takut kepadaNya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu. Dan hati manusia berada di antara dua ajakan; kadang ia cenderung kepada ajakan yang satu dan terkadang cenderung kepada ajakan yang lain. Di sinilah letak ujian dan cobaan.
Dalam Al-Qura'an, Allah SWT mensifati nafsu dengan tiga sifat; muthmainnah (tenang), lawwamah (pencela), ammarah bis-suu' (penyuruh berbuat buruk). 

Lalu manusia berbeda pendapat tentang apakah nafsu itu sesungguhnya satu tetapi memiliki tiga sifat. Ataukah setiap orang memiliki tiga buah nafsu?

Yang pertama adalah pendapat para fuqaha (ahli fiqih) dan mufassir (ahli tafsir). Sedangkan yang kedua adalah pendapat ahli tasawuf. Namun sejatinya tidak ada perbedaan di antara kedua kelompok. Karena sesungguhnya nafsu itu bila ditinjau dari segi zatnya dan tidak bila ditinjau dari segi sifatnya.

Bila nafsu merasa damai dengan Allah, merasa tenteram dan tenang dengan mengingatNya, suka kembali kepadaNya, merasa rindu berjumpa kepadaNya dan merasa tenang berdekatan denganNya, itulah yang disebut nafsu muthmainnah. Karena pemilik nafsu mutmainnah ini masalah asma' wa sifat Allah SWT yang merasa tenteram dengan apa yang disampaikanNya tentang diriNya sendiri, dan apa yang disampaikan oleh NabiNya tentang Dia. 

Kemudian ia merasa tenteram dengan apa yang disampaikan oleh Allah SWT tentang apa yang terjadi sesudah mati, seperti kondisi alam barzakh dan hari Kiamat, hingga seolah-olah ia menyaksikan hal itu semua secara langsung. Lalu ia juga merasa tenteram dengan takdir Allah SWT. Ia pasrah kepadaNya dan rela menerima ketentuanNya, sehingga ia tidak merasa kesal, tidak mengeluh dan tidak goyah imannya.

Tidak pula frustrasi terhadap apa yang dilewatkannya (didapatkannya) dan tidak bangga dengan apa yang diterimanya. Karena musibah itu telah ditetapkan sebelum kepadanya dan sebelum ia diciptakan. "Tidak ada satu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya. (Q.S. At-Taghabun: 11). Wallahu a'lam. Shalallahu alaihi wa sallam. Subhanakal lahumma wa bihamdika...*