Pajajaran Cianjur 2 -->

Advertisement

Pajajaran Cianjur 2

Admin
Selasa, 08 Mei 2018

Ilustrasi 
Pajajaran dan kerajaan Cianjur nyambung dengan kerajaan Agrabintapura dan Jampang Manggung. Untuk Agrabintapura sudah tercatat dalam ingatan dizaman dulu kala, dan tercetak dalam sejarah yang tertulis dalam naskah pustaka raja-raja Bumi Nusantara, Pustaka Carita Nagarkerta Bumi dan Parahiangan. Sejak berdirinya Keraton Tanjung Kidul dengan ibu kota Agrabintapura pada tahun 150 masehi telah mewarisi timbul dan tenggelamnya wilayah Agrabinta. 

Kerajaan Tanjung Kidul didirikan oleh Sri Paduka Prabu Swieta Liman Sakti yang merupakan adik dari Kerajaan Salakanegara. Sampai saat ini, letak ibu kota Agrabintapura belum bisa ditentukan dikarenakan sejarah yang terputus sekian ratus tahun sejak berakhirnya kerajaan Pajajaran. Agrabintapura merupakan pusat pendidikan militer sejak Kerajaan Sakanagara sampai keraton pajajaran'. Sisa pasukan militer dan turunannya diberdayakan oleh haji Prawatasari untuk berjuang dalam melawan kompeni Belanda. 

Sementara itu, dalam sejarah Sunda, bahwa letak Agrabinta berada di wilayah PTPN Nusantara VIII Kebun Agrabinta (kebun karet-red), Desa Jatisari, Kec. Sindangbarang, dan Desa Wanasari Kec. Agrabinta. Daerah tersebut tepatnya Kp. Lemah Duhur. Kalau sekarang menurut keluarga PTPN Nusantara Agrabinta, Asep Sutarji, yang disebut Kp. Lemah Duhur yaitu dekat kaum (masjid) PTPN VIII, tidak jauh dari lapang tenis yang tidak terurus saat ini. Lokasi ini menurut keluarga besar Kebun Agra, Asep bin Sartobi, adalah tempat pemakaman umum (jaman dulu) dan di situ merupakan tempat atau ciri-cirinya diantara dua aliran sungai, yaitu sungai Ciagra dan sungai Cibintaro. 

Sungai Ciagra terletak dekat SDN Pasir Bayur dekat Polsek Agrabinta, yang mengalir ke Ciagra bermuara ke Cisokan. Adapun sungai Cibintaro, terletak di wilayah Desa Jatisari, yang ngalir ke Cidahon-Datarlega. Pengertian Agrabintapura terdiri atas tiga kata yaitu Agra, Binta dan Pura. Kata Agra berasal dari bahasa Sangkerta. Artinya, puncak atau pucuk. Kata Binta merupakan penggalan dari kata Bintaro. Yaitu tumbuhan pantai atau berupa pohon dengan ketinggian mencapai 12 meter, daunnya berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun indah. Bunganya harum mewangi dengan mahkota berdiameter 3-5 cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda. 

Kemudian benangsari berjumlah lima dan posisi buah tinggi. Bentuk buah seperti telur, panjang 5-10 meter, berwarna merah cerah jika masak. Pohon Bintaro dahulu banyak terdapat di wilayah Agrabinta. Waktu ke sininya paling berada di aliran sungai Cibintaro. "Kalau sekarang sudah tidak ada lagi pohon Cibintaro," kata Asep putra Aki Sartobi pensiunan Kebun Agrabinta.

Kata Pura berasal dari bahasa Sangsekerta yang artinya keraton alias istana. Jadi, pengertian Agrabintapura yaitu keraton yang berada di atas cahaya dan dikelilingi oleh pohon Bintaro yang indah serta rindang. Atau keraton yang berkilau cahaya mentari. Secara konsep pertahanan Agrabintapura, di kelilingi oleh benteng-benteng alam, di sebelah utara dibentengi oleh lembah Citangkolo yang airnya mengalir ke kali Cisokan (lebih lebar). Di sebelah timur dibentengi lembah Cibintaro. Di sebelah selatan benteng alam Cibintaro yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia-Australia, dan sebelah barat dibentengi lembah Ciagra, di bawah Kp. Cibeureum, yang airnya ngalir ke kali Salatri hingga ke sungai Cisokan.

Sedangkan dalam konsep spiritual menurut orang tua dulu, bahwa posisi Agrabinta sejajar dan membentuk garis lurus dengan Gunung Gede, ketika berada di Agraninta, pada pagi hari, kita dapat melihat dengan jelas ke sebelah utara terlihat Gunung Gede. Dan sebelah timur Gunung Papandaian Ciwidey Bandung, dan sebelah selatan bergaris lurus, jelas, dengan Samudra Hindia. Disamping itu semua, di Agrabinta terdapat banyak aliran kali yang pastinya mendukung untuk konsep ritual keagamaan jaman itu.

Pada zaman penjajahan, Agrabinta merupakan satu-satunya basis terakhir pertahanan tentara Belanda yang ditaklukan oleh tentara Jepang di wilayah Jawa Barat. Di mana pada zaman itu, tentara Jepang tidak bisa mendarat di pesisir pantai Datar Lega, Lugina, Cikakap. Lokasinya yang tidak jauh dari muara Cidahon, dikarenakan kuatnya bunker pertahanan Belanda di sepanjang benteng alam Cibintaro. Bukti peninggalan perang Belanda Vs Jepang, adanya bunker-bunker, yaitu gedung peteng, seperti yang ada di tonggong lonok Lugina, Pasir Masigit, Ranca Dahon, Gunung Cikakap, Ranca Mabar, Talanca dan dan titik-titik lainnya. 

Akibat serangan angkatan laut Jepang kepada pasukan tentara Belanda, sampai sekarang banyak bekas-bekas senjata dan kepingan bom. Bahkan, warga petani Cikakap yang sedang bekerja di lahan atau wilayah bekas peperangan dulu, beberapa kali menemukan bom bekas, dan dua buah bom aktif. Bom aktif panjang 1 meter lebih, berat 45 kg, tahun 2005. Bom yang diduga masih aktif tersebut langsung diamankan tim gegana Brimob. Wallahu a'lam. 

Bersambung Pajajaran Cianjur 3. . .