Pajajaran Cianjur 1 -->

Advertisement

Pajajaran Cianjur 1

Admin
Senin, 07 Mei 2018

Pusat pemerintahan tempo dulu
Apalah arti sebuah nama kalau lupa keturunan. Nah, bagi masyarakat Cianjur, mulai Cikalong Kulon- Gunung Manangel Cianjur utara sampai Agrabinta (kidul-red) ada baiknya untuk mengingat sejarah orang-orang jago tempo dulu, khususnya di Cianjur. Karena hidup tanpa sejarah, bagaikan sayur tanpa garam, seperti kurang lengkap, jangan-jangan melupakan jasa para orang tua dulu. Tanpa sebab itu, mungkin tak akan ada orang-orang Cianjur kini.

Maka, perlunya sejarah Kerajaan Cianjur, Dalem Cianjur, para pupuhu Cianjur sampai Bupati Sepuh dan Bupati Anom saat ini. Ceritanya?

Nampaknya memang bahwa keberadaan Kabupaten Cianjur tidak lepas dengan sejarah kerajaan Sunda. Bahkan, tak banyak masyarakat yang mengetahui tentang sejarah kerajaan Sunda dan Cianjur, ternyata sebelum Dalem Cikundul membuka pemerintahan Kabupaten Cianjur 1077, sudah berdiri beberapa kerajaan berusia ratusan tahun.

Data dan keterangan yang dikumpulkan JCS menyebutkan bahwa kerajaan-kerajaan tersebut ialah kerajaan Agrabintapura di Kecamatan Agrabinta, kerajaan Tanjung Susuru di Bojong Picung, dan Kerajaan Jampang Manggung di kaki Gunung Manangel Kec. Cianjur. 

Karena tuntutan tugas waktu itu, penulis JCS beberapa kali mendatangi 'rerehan' alias keturunan pendiri Cianjur seperti sesepuh di komplek (tempat-red) jiarah Cikundul Cikalong Kulon, Ponpes Gelar, Gentur, Ponpes Bina Akhlak Babakan Karet, Ponpes Sindanglaka, Cikiruh Sukanagara (Mama Ahyat alm), keluarga Aki Oco Citalahab Desa Sukasari Kadupandak dan beberapa ponpes serta sesepuh lainnya di 'sabudeureun' Cianjur. 

Pembaca JCS jangan melihat sejarah perjalanan Bupati Sepuh TMS (Tjetjtep Muchtar Soleh), perjalanan Bupati Irvan Rivano Muchtar (IRM), sejak aktif di KNPI, lalu menjadi anggota DPRD Cianjur dari PPP (tidak tamat), lalu jadi DPRD Provinsi dari Demokrat, kemudian IRM jadi Bupati Cianjur sekarang yang didorong Golkar. Tapi lebih bagus mengetahui sejarah Cianjur dan Pajajaran.


Simpan dulu perjalanan politik Bupati Cianjur yang sekarang, tapi kita kembali melanjutkan sekeleumit atau cerita dan sejarah tiga kerajaan. JCS menyimpulkan, bahwa keberadaan kerajaan Agrabintapura diterangkan dalam naskah wangsakerta tahun 1677 masehi. Kerajaan itu didirikan Prabu Swetalimansakti, adik kandung Prabu Dewa Warman Raja Salakanagara abad ke-2 masehi.

Sementara kerajaan Tanjung Susuru seperti yang tertuliskan dalam pantun Jaka Susuru, alias Raden Munding Kasiningan Wangi Putra, Raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Kemudian kerajaan Jampang Manggung didirikan oleh Aki Sugiwanca yang juga adik Kandung Aki Tiren Leluhur raja-raja Sunda yang pertama kali mendirikan kerajaan Sunda di Pulau Sari Banten abad ke 2 Masehi. Konon katanya para orang tua dulu, ulama, kerajaan, raden terkenal dengan ilmu kadugalan dan kebatinannya. 

Pantas juga karena punya keteguhan hati yang kuat, karena puasanya memang jago, tidak seperti manusia kini. Bahkan kata orang tua yang masih hidup, menyebutkan keajaiban mereka di jaman Belanda misalnya, itu dibuktikan saat melawan musuh (penjajah). Ketika hajian pun, atau bepergian ke daerah yang sangat jauh tak perlu naik pesawat atau kapal laut. Menurut orang tua yang masih hidup juga, jika orang tua dulu memang banyak yang sakti-sakti, misalnya ketika genting urusang Sang Raja pergi Banten, ke Cirebon atau ke Mekah bisa dengan ilmu kebatinan jika Allah SWT menghendaki.

Masih mengenai kerajaan Sunda, seperti diutarakan sesepuh Pompes Bina Akhlak, KH Djalaludin, bahwa sejarah itu memang ada versi lain yang menyebutkan bahwa Jampang Manggung didirikan oleh Sang Hyang Borongora dari Kerajaan Panjalu. "Namun kerajaan Jampang Manggung di Cianjur berbeda, dan terdapat bukti-bukti fisik yang mendukung keberadannya, berupa makam-makam raja Jampang Manggung, keturunannya, dan makam orang dijamannya yang tersebar di beberapa tempat di Cianjur," tutur Eyang Junan alias KH Djalaludin.

Selain itu, riwayat asal muasal nama-nama tempat di Cianjur, diuraikan dalam buku pusaka Jampang Manggung. Sebagai bukti sejarah, yakni adanya nama Cugenang, Cisoklan dan Citarum. Oleh karena itu, menurut Junan, diharapkan ada terjalinnya instansi terkait agar sejarah keraton-keraton yang pernah ada di Cianjur senantiasa diabadikan. Diabadikannya, ungkap Junan, mungkin bisa lewat macam-macam cara agar sejarah Sunda teringat oleh anak cucu.

Masukannya, lebih bagus dimasukan dalam bidang pelajaran atau kurikulum dan muatan lokal. Karena Eyang Junan di Ponpes Bina Akhlak adalah salah satu keturunan Jampang Manggung. Bahkan yang sampai saat ini dilestarikan seperti tradisi memandikan anak-anak yang dikhitan. Selain itu, nyareati orang-orang yang sakit dan ingin tobat ke jalan Allah SWT. Tradisi seperti anak-anak yang khitan, merupakan warisan keturunan Raja Jampang Manggung sejak ratusan tahun. Misalnya, presesi tradisi dimulai pagi hari, jelang matahari mulai menggelincir, membuka cahayanya (terbit-red) dengan mengarak anak-anak khitan menggunakan tandu diiringi kesenian pencak silat menuju sebuah kolam pemandian yang sudah disediakan. Iring-iringan yang dikawal ratusan pendekar tersebut, menempuh jarak sekitar 1 km. 

Diakuinya bahwa tradisi ini sempat terhenti sekitar tahun 1970-an, karena saat itu tak ada yang meneruskannya. Sempat terhentinya tradisi turunan Jampang Manggung, kemudian diadakan lagi oleh keluarga besar Ponpes Bina Akhlak di Kp Swargi Desa Babakan Karet, Cianjur. Wallahu a'lam. 

Bersambung ke- Pajajaran Cianjur 2.