Krisis Identitas Siswa Pada Zaman Now -->

Advertisement

Krisis Identitas Siswa Pada Zaman Now

Admin
Senin, 07 Mei 2018

Ilustrasi 
Sesungguhnya bahwa yang namanya siswa nakal itu tidak ada. Andaikan ada yang dinamakan siswa nakal berarti pendidikan harus menyepakati indicator umum bahwa apa yang menjadi kategori  siswa nakal. Sebab setiap pendidik memberikan pernyataan seorang siswa "nakal" itu beda-beda, misalnya siswa bolos atau terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan tugas, ribut di kelas, jajan pada saat jam pelajaran, tidak shalat, dan masih banyak lagi "kenakalan" yang lainnya yang kerap dilakukan oleh siswa.

Hal tersebut memang harus super kesabaran dan keuletan dalam menghadapinya. Ini merupakan salah satu tugas pendidik untuk mengubah setahap demi setahap "kenakalan" siswa agar di hasilkan suatu output yang berkualitas. Apalagi kita, seorang pendidik yang sudah mengantongi sertifikat  "Professional". Berarti kita sudah benar-benar mampu dalam mendidik bukan hanya professional dalam bidang pelajaran saja tetapi professional dengan delapan belas indicator kemampuan guru yang lainnya.

Sekali lagi, apakah benar ada anak yang diberi label "nakal"? Penulis sendiri tidak setuju bila ada siswa yang dilabeli "nakal". Apalagi tidak sedikit guru memberikan label "nakal", apabila ia tidak sanggup mengendalikan siswa. 

Menurut penulis, tidak ada yang namanya siswa "nakal". Yang ada adalah siswa yang mengalami krisis identitas. Apalagi pada zaman now ini, hampir di setiap sekolah atau madrasah di mulai jenjang dasar sampai perguruan tinggi banyak sekali siswa atau mahasiswa yang mengalami krisis identitas. Ada apa ini?  Mengapa bisa begin? Apa solusinya? Bukankah kurikulum pendidikan kita sudah sempurna dengan adanya pendidikan karakter, pendidikan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta pendidikan spiritual.

Semua itu terjadi karena siswa mengalami perubahan biologis dan sosiologis dengan kondisi lingkungan yang kurang mendukung (negative) pada diri siswa. Akibatnya memungkinkan terjadinya perubahan dalam dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kebanyakan "kenakalan" siswa terjadi karena siswa "gagal" mencapai masa integritas kedua.

Dalam Aspirasi Rakyat, dinyatakan siswa yang memiliki control diri yang lemah tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku "nakal'. Ini artinya di dunia pendidikan diperlukan lagi suatu pembelajaran yang memfokuskan pada pendidikan moral, etika, dan cinta tanah air untuk merubah masa pendidikan bangsa seperti pendidikan yang terjadi pada kurikulum 1994 dengan adanya Pendidikan Budi Pekerti, Moral, Pancasila, dan PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa).


Penulis: Taufik Hidayat