Kisah -->

Advertisement

Kisah

Admin
Minggu, 20 Mei 2018

Ilustrasi 
Ada banyak kisah di sekeliling kita. Kisah yang menjadi penerang, pencerahan dan kebaikan. Kita begitu kaya dengan kisah-kisah dan hikmah. Hidup para sahabat adalah kisah. Perjalanan Rasulullah SAW adalah kisah. Sebagain porsi dalam Al-Qur'an adalah kisah. Bahkan ada surat tersendiri tentang kisah-kisah, yaitu Al-Qashas. Subhanallah.

Tapi, semakin tua usia dunia, seolah semakin tak berarti kisah-kisah. Kisah hanya jadi dongeng dan cerita, diperbincangkan dan dituturkan tanpa punya hasil apa-apa; terpisah dari kenyataan dan realitas hidup. Bahkan ironis lagi, kisah berhenti pada fungsi cerita pengantar tidur belaka. Kisah tentang Khalifah Umar bin Khattab yang berkeliling di malam hari, memeriksa rakyat dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki, seolah-olah hanya cukup untuk dikagumi pada pemimpin kita. Pun, kisah Abu Bakar yang menangis tersedu setiap kali hendak shalat, berhenti hanya diingat oleh para imam kita.

Kemudian kisah keikhlasan Utsman bin Affan yang selalu rela mendermakan seribu unta dengan seluruh isinya di jalan Allah SWT, hanya didecaki dan digelengi kepala para orang-orang kaya. Bahkan, kisah hidup Rasulullah SAW yang begitu mulia dan luar biasa, malah ditukasi dengan seloroh yang menyakitkan. "Muhammad kan Nabi, sedang kita manusia biasa."

Kisah-kisah nyaris binasa. Siapa yang salah? Apa yang salah? Dulu Abu Dzar, yang terbang dari wadi satu ke wadi yang lain membawa kisah dan berikan peringatan tak terkenal lelahnya. Beliau pergi ke Mekkah, Irak, Yaman, hingga Syria. Beliau berkisah tentang hidup zuhud, hidup sederhana dan pentingnya penegakkan keadilan. Kisahnya seperti dengung lebah, membuat siapa saja tersandar dari lengah. Kisahnya tidak sekedar cerita, tapi punya kekuatan untuk mengubah. Ada pula Umar bin Abdul Azis, khalifah yang menjelma menjadi kisah-kisah kebaikan yang pernah lahir dan ada.

Kisah tentang keadilan tak hanya ia dengarkan lalu selesai. Kisah tentang kejujuran tak hanya ia dengarkan lalu tinggal lalai. Kisah tentang kesederhanaan tak hanya jadi cerita yang menina-bobokan. Ia menjadi kisah baru tentang keadilan. Ia menjadi kisah baru tentang kejujuran dan kesederhanaan. Kisah-kisah, tak seharusnya menjadi cerita dan dongeng belaka; tak semestinya hanya terbantun-bantun di tebing-tebing sejarah, tanpa memberi hikmah. Kisah-kisah harus dijadikan sebagai sebuah lentera, untuk menerangi jalan, memberi cahaya dalam kehidupan, untuk mencipta satu kisah tentang kebaikan. 

Kisah tak boleh dibiarkan menjadi dongeng dan cerita, yang akan hilang berlalu seiring dengan masa. Kejayaan di masa lalu, akan terulangi kembali jika kebaikan dan seluruh keluhuran dalam kisah masa lalu wujud dan hadir kini. Keunggulan umat ini akan lahir kembali ketika kisah tak hanya menjadi cerita. Kehancuran yang pernah terjadi di masa silam, akan terulang lagi, kini.

Ketika umat tak lagi menengok ke belakang dan belajar dari kisah-kisah kehancuran, maka ia sudah teramat dekat dengan kehancuran itu sendiri. Maka, seharusnya kisah menjadi yang mempu menjadi inspirasi dan hikmah. Maka sudah seharusnya, kita menjadikan kisah tidak sebagai atau cerita saja. Karena kita manusia, yang berakal dan berpikir dengan sempurna. Wallahu a'lam.*