Buruh dan Kutukan -->

Advertisement

Buruh dan Kutukan

Admin
Selasa, 01 Mei 2018

Ilustrasi 
Selasa (1/5/2018) adalah May Day, peringatan atau sejarah hari Buruh Sedunia. Massa pengunjuk rasa (demo-red) di Jakarta dan berbagai kota-kota besar Indonesia. Mereka menuntut pemerintah agar menurunkan harga beras, tarif dasar listrik, upah dinaikkan, pekerja kasar asing China agar dibubarkan, kemudian dampak sistem kerja industri yang digitalisasi jangan sampai mem-PHK atau mengeluarkan karyawan nya. Banyak lagi tuntutan kepada pemerintah dan wakil-wakil rakyat agar segera mencari solusi untuk para pekerja. 

Presiden Joko Widodo melalui Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri, mengatakan bahwa demo adalah hak mereka namun pemerintah tidak tinggal diam untuk berusaha mencari solusinya. Bahkan serangkaian kegiatan sudah dipersiapkan untuk hari buruh. Terkait pekerja, kata Menaker, sesuai PP 78 bahwa industri atau perusahaan mau tidak mau harus mengikuti perkembangan jaman, dimana cara kerja pun pasti berubah dengan digitalisasi. Lanjutnya, tatanan juga akan berubah mengingat sistem kerja sudah canggih. Masalah Tenaga Kerja Asing (TKA), jawab Menaker, Indonesia negara terbuka, selaras dengan UU 13 th 2003, warga asing boleh masuk asal sesuai ketentuan yang berlaku, adapun yang dirubah soal perijinannya. Tapi pemerintah tengah berusaha agar buruh bisa diperdayakan meski sistem kerja sudah maju. 

Sementara para buruh mengharapkan semua tuntutan harus dikabulkan, dan ada solusinya dari pemerintah. Para buruh ibarat anak-anak kehilangan kasih sayang kedua orang tua dan keluarganya. Tak semestinya kondisi Negara Indonesia semakin tambah penyakit kronis, mulai korupsi, orang-orang luar negeri datang tanpa tujuan justru ujung-ujungnya banyak yang membawa narkoba.

MasyaAllah

Mari kita tengok sejarah! Setelah luluh lantah oleh bom atom milik Amerika pada tahun 1945,  di Nagasaki dan Hirosima, Jepang nyaris saja binasa sebagai negara. Tapi, tak berapa lama, ada keputusan yang sangat menentukan. Pemerintah Nipon kala itu, membuat daftar berapa banyak guru dan insinyur yang selamat di seluruh penjuru negeri. Dari mereka inilah, Jepang merangkak kembali membenahi diri.

Gempa bumi yang mengguncang Bam, Iran pada tahun 2003 membuat negara Persia ini nyaris rata dengan tanah. 30 ribu jiwa meninggal dunia. Bangunan dan bumi terbongkah-bongkah. Tapi, hanya dalam hitungan 24 jam, pemerintah Iran mampu mengeluarkan daftar keburuhan. Cina diharapkan memberi kantong plastik untuk jenazah. Jerman diminta menyumbang alat-alat beratnya. Begitu juga dengan negara-negara Eropa lainnya. Khusus pada Rusia, Iran meminta sumbangan tenaga tentara untuk membantu evakuasi dan bekerja di lapangan. 

Jepang dan Iran, dalam kisah di atas adalah sedikit contoh dari negara-negara yang dengan cepat berhasil mendefinisikan kebutuhan negaranya, yang kelak akan menyelamatkan bangsanya. Mereka begitu sigap mencari tahu dan mengetahui, apa yang benar-benar mereka butuhkan untuk menyelamatkan dan mempertahankan isi perut. Subhanallah, sungguh pedih jika melihat Indonesia hari ini, sebagai banding nya. Untuk mengatasi apa yang hendak dituju dan dibangun.


Setelah Aceh digilas tsunami, sampai kini belum lagi usai. Bahkan, berbulan-bulan lamanya proses evakuasi dilakukan, seolah-olah usaha yang tak pernah selesai. Soal-soal lain pun, banyak pula berakhir lama. Gamang.

Jangankan tentang masalah-masalah seperti di atas, masalah industri-industri (perusahaan), dan karyawan sudah terancam banyak yang menganggur. Apalagi banyaknya perusahaan luar negeri yang bekerja nya banyak orang luar negeri, tukang 'pangul'-pekerja kasar mendatangkan dari luar negeri. Semua hal naga-naganya berputar ke arah liberal, budaya barat, yang pastinya banyak menimbulkan pertentangan.

Pembaca JCS, sepertinya menderita sebuah kutukan. Negara ini selalu kehilangan kemampuan untuk memutuskan apa yang sejatinya ingin diraih sebagai bangsa. Seperti menderita sebuah kutukan, negara ini seolah tak mampu memutuskan lingkaran makhluk zalim yang mengepung, menelikung dan melumpuhkan. Seperti menderita sebuah kutukan, rakyat negeri ini berburu pada hal-hal yang sama sekali tak pernah mendasar.

Tak seharusnya kita terjebak pada situasi yang demikian. Sebab, mayoritas penduduk abad ini adalah orang-orang yang beragama Islam. Sebuah agama yang selalu mengajarkan, bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin. Minimal sisi akhlak. Dan hari esok, harus lebih baik lagi dari hari ini. Minimal sisi ekonomi untuk bertahan hidup. Mampukah kita mengamalkan? Wallahu a'lam. (tas)