Nasib Bangsa Tergantung Pada Guru -->

Advertisement

Nasib Bangsa Tergantung Pada Guru

Admin
Kamis, 05 Oktober 2017

Ilustrasi (Foto: www.pixabay.com)

Nasib suatu bangsa tergantung pada guru. Percayakah Anda? Judul tersebut mungkin terlalu muluk-muluk bagi sebagian orang terutama orang awam. Akan tetapi, jika kita meninjau dari segi historis suatu negara, pasti Anda akan percaya.

Saya yakin kita pasti pernah belajar sejarah terutama peradaban bangsa-bangsa. Mengapa Jepang cepat sekali perkembangannya dalam bidang apapun? Jawabannya sederhana: Karena pendidikannya berkualitas. Kualitas suatu pendidikan tergantung para pendidiknya. Ketika tahun 1945, Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh Sekutu, berapa banyak jiwa yang menjadi korban. Akan tetapi di sini letak akan keseriusan Jepang akan pendidikan. Yang pertama kali ditanyakan oleh Kaisar adalah berapa banyak guru yang masih hidup.

Kemudian, mengapa negara tetangga (Malaysia, Brunai, dan mungkin Singapura) bisa maju dan berkembang negaranya? Jawabannya karena mereka sangat serius dalam pendidikan. Saya masih ingat kisah orang tua, dulu itu Malaysia berguru pada Indonesia, mengirim mahasiswanya untuk belajar di ITB bahkan tidak sedikit guru kita yang di kirim ke sana.  Dan hasilnya, luar biasa perkembangan mereka.

Saya tidak bermaksud mengagungkan negara tetangga. Namun alangkah baiknya jika itu kita jadikan cermin untuk kemajuan bangsa dan negara kita. Mengapa guru harus kalah oleh murid? Seharusnya guru lebih pintar dibandingkan murid. Guru lebih berkembang dibandingkan muridnya.

Indonesia bisa merdeka salah satunya karena faktor pendidikan yang sangat serius. Belajar yang sangat serius di bawah bayang-bayang peluru penjajah. Ki Hajar Dewantara, RA Kartini, Dewi Kartika, Kyai Dahlan, Douwes Dekker (Setiabudi) dan para pejuang pendidikan lainnya tidak pernah gentar mengajar kaum pribumi agar cerdas, bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Akan tetapi, mengapa saat ini kita ketinggalan dari negara tetangga. Seharusnya kita sudah landas bukan lagi di landasan. Mana spirit ‘45 nya?

Ada apa dengan pendidikan kita? Ada apa dengan guru-guru kita? Dimana letak kesalahannya? Pendidikan, guru, atau malah sistem pendidikannya?

Satu hal pokok utama dari permasalahan ini: Guru memerlukan penghargaan. Kembalikan guru dengan slogannya: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Penghargaan bukan berupa uang, ataupun materil karena itu sudah ada jaminan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Akan tetapi penghargaan akan dihargai dan dihormati. Pepatah orang Sunda mengatakan, “Mun guru teu dihargaan. Pasti elmuna moal barokah jeung manfaat”. Meskipun begitu, guru tetap memerlukan materil karena guru juga manusia yang memiliki ciri hidup dan kehidupan.



Penulis: Taufik Hidayat